Search
Close this search box.

Petaka Pengguna BPJS Kala Berjumpa Mereka yang Abai

Oleh Muhammad Taufikkurohim

BPJS bukan sekadar lembaga pelayanan kesehatan, melainkan juga pemenuh asa hidup masyarakat di Indonesia. Sayangnya, pengguna BPJS masih merasakan pelayanan buruk di rumah sakit.

Salah satu yang mengalami petaka BPJS itu adalah A (19), remaja asal Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Saat itu, A mengantarkan ayahnya yang sakit keras ke salah satu rumah sakit di Kota Sampit, Kotawaringin Timur.

Saat itu hari malam sudah begitu larut. Namun, kesakitan sang Ayah membuat A tak punya pilihan selain membawanya ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit orang tua dari A tersebut tidak langsung ditangani oleh dokter. Mereka diminta perawat untuk menunggu dokter datang. Mereka saat itu ada di ruang pasien. Tak ada pemeriksaan yang dilakukan perawat.

Selagi menunggu Dokter tiba, A hanya mampu mondar mandir di depan ruangan pasien dengan was-was, “kapan dokter datang? ayah sudah sekarat,” ujar A dalam hati.

Dokter pun tak kunjung tiba yang membuat remaja ini sangat khawatir akan kondisi sang ayah. A mendekati ayahnya yang sedang terbaring lemas. Ia mengambil dan merasakan tangan sang ayah yang mulai dingin.

Ayah pun terlelap tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, dan si A hanya bisa menangis karena menyadari sang ayah sudah tiada.

Dokter baru datang pada pukul 03:00 subuh, tapi setelah sampai di kamar pasien Dokter hanya mendengar tangisan histeris dari para keluarga. Terlambat.

Dokter itu juga tak banyak berkata, ia menelan mentah-mentah semua emosi dan cacian dari A. Namun apa boleh buat, satu nyawa sudah melayang. Yang A ingat saat itu mereka mendapatkan perlakuan lain hanya karena mereka pasien BPJS.

Kejadian serupa juga terjadi di Lampung. Seorang pasien pengguna BPJS ditelantarkan di  RSUD Abdul Moeloek pada senin(10/2/2020).

“Kejadian ini tidak boleh dianggap remeh, karena itu, sudah seharusnya dilakukan investigasi secara menyeluruh,” tegas Rahmad Anggota Komisi IX DPR RI.

Menurut Rahmad, pembiaran atau penangan yang terlambat dari RS terhadap pasien BPJS yang akhirnya berujung pada kematian merupakan bentuk ketidak manusiawian (DPRD-DIY.GO.ID, Senin/10 Februari 2020).

Dalam skripsi yang ditulis oleh Ade Irma Safitri yang berkuliah di Politeknik Kesehatan Kalimantan Timur Samarinda, 2019, Tingkat Kepuasan Pasien BPJS Tentang Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruangan Rawat Inap Kelas III RSUD Abdul Wahab Sjahranie; sebenarnya masih banyak masyarakat yang puas akan pelayanan rumah sakit untuk pasien BPJS.

Berdasarkan hasil penelitian dari dimensi tangible menemukan bahwa dari 71 responden sebagian besar responden sebanyak 51 orang (71,8%) menyatakan puas atas pelayanan keperawatan dan sebagian kecil responden sebanyak 7 orang (9,9%) merasa sangat puas dan responden sebanyak 13 orang (18,2%) menyatakan tidak puas.

Kedua, dari dimensi reliability dengan responden sebanyak 70 orang sebagian besar responden sebanyak 69 orang (98,6%) dan sebagian kecil responden sebanyak 1 orang (1,4%) merasa puas.

Ketiga, berdasarkan hasil penelitian menemukan responden sebagian besar menyatakan kurang puas atas pelayanan keperawatan dari dimensi responsiveness, distribusi responden sebagian besar responden sebanyak 32 orang (45,1%) merasa kurang puas dan sebagian kecil responden sebanyak 10 0rang (14,1%) merasa puas.

Keempat, berdasarkan hasil penelitian assurance sebagian besar responden sebanyak  39 orang (54,9%) merasa kurang puas dan sebagian kecil responden sebanyak 7 orang (9,9%) merasa puas.

Kelima, berdasarkan Hasil penelitian sebagian besar responden sebanyak 47 orang (66,2%) merasa kurang puas dan pelayanan keperawatan dari dimensi empathy sebagian kecil responden sebanyak 6 orang (8.5%) merasa puas.

Dari penelitian itu bisa disebut, tak sedikit juga yang merasa pelayanan BPJS di rumah sakit tertentu itu memuaskan. Lalu apa kira-kira penyebabnya?

Salah satu faktor yang menarik untuk dibahas adalah soal hutan BPJS. Bisa jadi hal itu menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan.

Dikutip dari CNBC Indonesia, bahkan BPJS Kesehatan pada 13 Mei 2020 juga memiliki utang klaim jatuh tempo kepada rumah sakit (RS). Berikut data keuangan BPJS Kesehatan pada 13 Mei 2020, Outstanding klaim yang berjumlah (RP 6,2 triliun), belum Jatuh tempo (RP 1,03 triliun), sudah Jatuh tempo (RP4,44 triliun), sudah dibayar (RP192,5 triliun sejak 2018).

Para penyedia layanan kesehatan atau provider mengaku kesulitan untuk bertahan dengan tarif CBG(Case Base Group) yang ditetapkan kementerian kesehatan. Inilah yang menyebabkan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS dinilai kurang memuaskan.

Menurut berita tersebut, penentuan tarif yang terlalu rendah oleh Kemenkes membuat rumah sakit mencari cara untuk tetap mengambil untung dari peserta BPJS yang menerima pelayanan kesehatan. Salah satu contohnya, dengan meniadakan obat-obat yang cenderung mahal hingga memilih kasus yang dirasa menguntungkan.

“Sebagian Rumah Sakit Swasta cenderung memilih kasus yang menguntungkan. Jika pasien didiagnosa harus diberi perawatan mahal, lalu mereka merasa rugi, pasien ini biasanya akan dirujuk ke Rumah Sakit yang lebih tinggi,” ujar Wasista Budiwaluyo selaku Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia(PERSI).

Akibatnya, rujukan dari rumah sakit lain pun membludak di beberapa Rumah Sakit pemerintah atau Pemda yang cenderung pasrah menerima lonjakan pasien dari peserta BPJS. Hal ini yang memicu lambatnya penanganan di beberapa Rumah Sakit yang menjadi langganan rujukan hingga pasien pun ada yang tidak tertolong. (Suara.com/Kamis, 18 Desember 2014).

Semoga kedepannya untuk Rumah Sakit dimanapun berada supaya bisa memperlakukan pasien pengguna BPJS dengan setara, baik umum maupun BPJS supaya tidak ada kelalaian dan telatnya penanganan sehingga tidak ada korban nyawa yang tidak tertolong.Jika rumah sakit diskriminasi pengguna BPJS dikarenakan minimnya pemasukan,tetapi ini tentang nyawa yang kita tidak bisa beli dengan uang.

 Sumber foto : https://www.kompasiana.com/image/indrinurrahmafitriani8565/648e8f7308a8b505d44c74b4/diskriminasi-pelayanan-publik-dalam-bidang-kesehatan?page=1

 

 

 

 

 

Sebarluaskan :

Recent Post
Donasi Save Our Borneo