Keberatan dengan vonis bersalah, James Watt resmi ajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT). Penasihat Hukum (PH) menilai putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sampit tidak penuhi rasa keadilan.
James Watt resmi mengajukan banding atas putusan PN Sampit nomor 112/Pid.Sus/2020/PN Spt. Pernyataan banding ini secara resmi diajukan PH James Watt pada hari Senin (22/06) minggu lalu, dilanjutkan dengan mengajukan memori banding pada hari ini, Senin (29/06) ke PT Palangka Raya melalui kepaniteraan PN Sampit.
Dalam sidang putusannya lalu, Hakim memutus James terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 107 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP, yaitu menyuruh melakukan perbuatan secara tidak sah memanen hasil perkebunan.
Langkah banding kemudian dipilih James karena putusan ini dinilai janggal dan tidak memenuhi rasa keadilan. James yang selama ini berjuang bersama warga Penyang melawan PT. Hamparan Masawit Bangun Persada II (HMBP II) dijatuhi hukuman 10 bulan penjara dan membayar biaya perkara sebesar lima ribu rupiah.
Tim PH James yang tergabung dalam Koalisi Keadilan untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang menyambut baik keputusan James. Mereka juga menganggap keputusan hakim saat itu sama sekali tidak memenuhi rasa keadilan bagi James yang sepatutnya dilindungi sebagai seorang pejuang lingkungan.
“Putusan tersebut tidak memenenuhi rasa keadilan untuk James,” kata Bama Adiyanto SH., salah satu PH James. “Unsur pidana yang dituduhkan kepada James Watt hanya berdasarkan pada surat kuasa yang diberikan oleh warga kepadanya dan surat pemberitahuan panen masal” ungkap Bama.
Bama juga menjelaskan bahwa selama persidangan tidak ditemukan cukup fakta yang mengarahkan James Watt pada tuduhan tersebut. Selain itu, ada banyak keterangan saksi dan ahli yang meringankan, tetapi semuanya justru dikesampingkan oleh hakim.
Namun, Bama kembali menegaskan bahwa keputusan James untuk banding juga merupakan haknya sebagai terdakwa. “Apalagi James ini kan seorang pejuang agraria dan lingkungan, jadi langkah banding ini sudah tepat untuk James,” katanya.
Berbeda dengan langkah yang ditempuh James, Dilik memilih menerima hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim. Dalam sidang yang sama pada tanggal 15 Juni lalu, Ia divonis lebih ringan dibandingkan James, yaitu 8 bulan penjara dan membayar biaya perkara sebesar lima ribu rupiah.
Keputusan Dilik dilatarbelakangi ketidaksanggupannya menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Polisi Sektor Kotawaringin Timur (Rutan Polres Kotim). “Saya tidak sanggup lagi, jumlah tahanan disini sudah terlalu banyak bahkan hampir seratus orang lebih,” katanya.
Perbedaan sikap keduanya dapat dipahami. James memiliki latar belakang sebagai pejuang lingkungan, sedangkan Dilik terseret secara tidak sengaja ke dalam kasus ini. Dilik hanya seorang upahan yang seharusnya membantu Almarhum Hermanus memanen buah sawit di lahan yang mereka tahu sebagai milik kelompok tani Sahai Hapakat.
Namun, apa pun keputusan keduanya, baik James dan Dilik berhak memperoleh dukungan untuk menjalani kasus ini. Keadilan seharusnya masih bisa berpihak bagi keduanya.