Luasan izin HGU milik PT.BSP
Kawasan Hutan Produksi (HP) di wilayah Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah diduga telah dirambah oleh perusahaan Sawit.
Awal Februari 2019, Save Our Borneo (SOB) menerima informasi dari warga Desa Patai, Kecamatan Cempaga terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Borneo Sawit Perdana. Kemudian Berdasarkan informasi tersebut, SOB melakukan monitoring serta mendapati dugaan bahwa telah terjadi pembukaan lahan diluar ijin Pelepasan Kawasan Hutan (PKH) dan Hak Guna Usaha (HGU), seluas lebih dari 4.000 Ha yang didalamnya sebagian besar juga merupakan kawasan gambut dalam. Selain itu juga dilakukan analisis tumpang susun (overlay) terhadap kawasan ini dengan data-data yang ada.
Menurut Lilly Dwiyanthie, Manager Kampanye dan Media Informasi Save Our Borneo, “area tersebut masih berstatus Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Konversi (HPK), dari pantauan dilapangan dan analisis melalui peta satelit pada 16 Februari 2019 kemarin, kami menduga kuat PT. BSP telah membuka lahan HPK seluas 271 Ha yang meliputi Desa Rubung Buyung dan Patai. Kemudian, untuk kawasan HP adalah seluas 4.121 Ha meliputi Desa Rubung Buyung, Patai, Lubuk Ranggan, Cempaka Mulia Timur, dan Sungai Paring”, lanjut Lilly.
Namun demikian, belum diketahui secara pasti kapan tepatnya aktivitas pembukaan kawasan diluar izin konsesi yang dilakukan oleh perusahaan ini dimulai. Selain dugaan adanya tindak pidana kejahatan kehutanan, kami menemukan adanya kejanggalan pada proses penerbitan izin PT. BSP, berdasarkan dari data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah hampir semua izin PT. BSP ini terbit di tanggal, bulan dan tahun yang sama yaitu tahun 2014 yang merupakan tahun terakhir dari masa kepemimpinan Periode Pertama Bupati Supian Hadi sebagai Bupati Kotawaringin Timur. Adapun tanggal Izin Lokasi (IL) dan IUP tersebut diberikan pada saat yang bersasamaan yakni tanggal 3 Juni 2014. Tidak sampai disitu kejanggalan-kejanggalan yang kami temukan, ada yang lebih aneh lagi yaitu Izin Pelepasan Kawasannya dikeluarkan sebelum IL dan IUP terbit yakni tanggal 6 Maret 2014, kemudian HGU diterbitkan pada 21 Oktober 2014.
Jika dugaan-dugaan tersebut diatas benar, maka tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Mengingat begitu luasnya kawasan hutan yang dirambah tanpa izin, maka sangat dimungkinkan PT. BSP melakukan unsur tindak pidana Kehutanan sebagaimana ketentuan dalam pasal 12 ayat (2) huruf b jo pasal 92 ayat (2) Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ini baru pelanggaran dari 1 unit Konsesi perkebunan Sawit, perlu diketahui bahwa Provinsi Kalimantan Tengah terdapat lebih dari 370-an izin konsesi perkebunan sawit yang setidaknya menguasai area seluas 7 (tujuh) juta hektar. Belum lagi jika kita hitung berapa potensi kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak kejahatan kehutanan seperti ini.
Oleh karena itu, kami berharap aparat penegak hukum khusunya Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta pejabat berwenang lainnya perlu menindaklanjuti permasalahan ini dengan menindak tegas perusahaan yang di duga melakukan pelanggaran pidana kehutanan tersebut. (HBB_SOB19)