Oleh : Ahmad Bahranda
Namanya Jerumbun. Ia merupakan kawasan konservasi alam yang dikelola oleh Friends National Of The Parks Foundation (FNPF). Di tempat ini segala aktivitas konservasi alam dilakukan FNPF yang berfokus pada kegiatan reforestasi (penghutanan kembali) berasal.
Pada Senin, (19/2/24) saya ke Jerumbun. Bersama belasan teman-teman lain yang sebagian besar mahasiswa Universitas Antakusuma, kami datang untuk mengikuti Workshop Jurnalisme Bercerita.
Setelah melewati jalan darat kebun perusahaan sawit hampir satu jam, tiba di Jerumbun merupakan pengalaman yang menyenangkan. Memasuki Jerumbun, pertama kali disuguhkan pemandangan kebun tanaman pangan. Ada hamparan kebun jagung. Ada pula cabai dan di antaranya pohon-pohon pisang.
Makin ke dalam, banyak pohon-pohon hutan tertanam di Jerumbun. Ada pula ribuan bibit pohon terhampar di persemaiannya. Di antara pohon-pohon dan persemaian, juga terdapat sejumlah bangunan terpencar di sana. Bangunan-bangunan itu merupakan pondok staf, dapur umum, dan dormitory untuk tamu yang datang.
Kami menginap di dua dormitory, terpisah antara perempuan dan laki-laki. Dari luar, dua bangunan ini terlihat sederhana saja. Sekilas ia terlihat sama seperti bangunan rumah panggung pada umumnya, menggunakan fondasi tiang pancang dengan bahan kayu.
Namun, ada yang unik di dalam dormitory itu. Pada bagian lantai, ada bagian yang lebih tinggi. Sepintas seperti balai-balai. Bagian ini menjadi tempat tidur para peserta. Sejumlah single bed tersusun di sana.
Menariknya, perbedaan tinggi antara lantai dasar dan tempat tidur itu tidak ditutup rapat dengan papan. Bagian itu dibuat terbuka, dengan hanya diberi kayu bingkai kecil yang disusun jarang-jarang dan dilapisi kawat waring.
Keunikan ini juga menarik perhatian teman saya, Muhammad Farietz Rakhman. Mahasiswa Teknik Sipil, Universitas Antakusuma ini bertanya-tanya. “Kenapa bagian ini tidak ditutup rapat? Apakah ada hubungannya dengan kawasan ini sebagai area konservasi?”
Saya pun penasaran untuk mencari tahu jawabannya. Saya bertanya pada Hendri salah seorang dari tiga staf FNPF yang mengerjakan pembangunan dormitory itu dulunya.
Lelaki 48 tahun ini mengatakan desain dormitory dibuat seperti itu untuk mengurangi hawa panas. Ia bilang, dormitory itu dibangun pada lahan yang masih sangat terbuka. “Jadi diperlukan siklus udara yang lebih agar mengurangi hawa panas di dalamnya,” ucap Hendri.
Hal senada dikatakan Petrus Basuki Budi Santoso (50), staf FNPF lainnya. “Yang dipentingkan adalah kenyaman. Karena daerah sini cukup panas, diperlukan siklus udara yang bagus. Maka dari itu kami mebuat desain seperti itu,” jelas Basuki.
Ia menambahkan, ketiadaan aliran listrik besar, tidak memungkinkan penggunaan pendingin ruangan di Jerumbun. Namun, ada aspek ekonomi dan keamanan juga yang dihitung. Basuki bilang, desain bangunan seperti itu mengurangi biaya karena minimnya penggunaan bahan dalam proses pembuatannya. Sedangkan penggunaan kawat waring juga berfungsi untuk menghalau serangga dan hewan berbahaya seperti ular.
Desain bangunan ini juga dibuat untuk menyesuaikan spirit konservasi yang dibangun di Jerumbun. “Karena di sini kawasan penyangga, kami juga menghindari bangunan-bangunan permanen,” imbuh Basuki.
Farietz terkesan dengan konstruksi bangunan ini. “Ini inovasi yang sangat bagus. Dengan desain yang cukup sederhana bisa berefek begitu besar bagi mereka yang tinggal di dalamnya,” ungkap pemuda 20 tahun ini.