Search
Close this search box.

Siaran Pers : MA Tegaskan PT HPA Langgar Aturan

Pemkab Harus Segera Ambil Alih Lahan
==================================
Untuk Disiarkan Segera

Oleh :

Tanggal                : 1 September 2014

Berasal dari        : Save Our Borneo

Alamat                   : Jl. Temenggung Tilung XI Gg. Savero Kav #4 Palangkaraya

Kontak Person  : Nordin

Telp/HP/Fax      : 081352752775

e-mail                     : nordin@saveourborneo.org

=======================

05

Palangkaraya[1/9] Saveourborneo. Mahkamah Agung telah mengeluarkan keputusan berkekuatan hukum tetap mengenai PBS Sawit PT. Hati Prima Agro yang merupakan anak perusahaan dari group Bumitama Gunajaya Agro, sesuai Putusan MA Nomor 435 K/TUN/2013  tanggal 24 Desember 2013 yang mana; menerima permohonan kasasi Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, sekaligus Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 35/B/2013/PT.TUN.JKT tanggal 20 Mei 2013 yang menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Palangkaraya Nomor 12/G/2012/PTUN-PLK tanggal 4 Desember 2012.

Pasca keluarnya keputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan kasasi Kementerian Kehutanan RI yang memutuskan bahwa Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 51/Menhut-II/08 tanggal 11 Maret 2008 tentang Pencabutan IPKH untuk usaha Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit atas nama PT. Hati Prima Agro maka artinya PT HPA telah membuka lahan diareal dimaksud sejak tahun 2009/2010 adalah tidak sah dan illegal.   Oleh karena itu harusnya secara serta merta PT HPA harus angkat kaki dan meninggalkan lokasi tanpa syarat .

Anehnya, PT. HPA menganggap bahwa sebelum pencabutan SK IPKH oleh Menhut pada tahun 2008 dan sebelum pembatalan / pecabutan Ijin Lokasi oleh Bupati Kotawaringin Timur adalah memiliki dasar hukum yang sah untuk melakukan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit.  Hal ini tentu saja merupakan alibi pembenaran yang kurang tepat karena sebenarnya mereka mulai aktivitas sejak tahun 2009, dimana IPKH dari Menhut sudah dicabut pada tahun 2008.

Karena aset bergerak dan tidak bergerak yang terletak di tanah perkebunan merupakan alat dan benda yang digunakan dan dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas yang tidak mendapat ijin lagi dari Menhut [illegal], maka sudah selayaknya semuanya secara tanpa syarat diangap sebagai barang milik pemerintah/Negara seperti termuat dalam surat Bupati Kotawaringin Timur yang mencabut ijin lokasi dimana dalam klausulnya juga menyebutkan bahwa sejak tanggal surat tersebut dikeluarkan HPA sudah tidak punya hak apapun lagi atas asset yang berada dalam wilayah konsesi yang dicabut.

HPA harus meninggalkan lokasi dan menyelesaikan keawajiban fiscal dan finansial kepada Negara karena telah membabat hutan produksi terhitung sejak dicabutnya Ijin Pelepasan Kawasan Hutan [IPKH] pada tahun 2008.   Pembukaan lahan tanpa hak dan ijin yang sah tersebut adalah murni kriminal kehutanan [forest crime] dan harus ditangani secara hukum, bukan malah dilakukan permakluman, instansi kehutanan di daerah harusnya melaporkan hal tersebut kepada aparat hukum untuk segera diusut tuntas setuntas-tuntasnya.

Sementara lahan yang telah dibuka oleh HPA/BGA Group tanpa hak dan ijin yang sah harus diambil tanpa syarat oleh pemerintah daerah.  Dan oleh karena saat ini,  terhitung sejak dikeluarkanya SK Menhut nomor 292 lahan itu telah menjadi APL dan maka Pemkab Kotim diharapkan sesegeranya mengamankan lahan itu.

Peruntukan lahan tersebut untuk pertama kalinya adalah harus dilakukan pengembalian lahan kepada masyarakat pemilik lahan yang dahulu mengelola wilayah tersebut berdasarkan hak-hak tradisional masyarakat setempat.

Selanjutnya juga dialokasikan untuk memenuhi hak masyarakat setempat setidaknya 20%.    Sisanya akan sangat bagus apabila dikuasai oleh Pemkab dengan operasional oleh BUMD atau kerjasama operasi dengan perusahaan swasta yang mana nantinya Pemkab akan menjadi pemegang saham dan mendapatkan keuntungan setiap tahun dari kebun tersebut.

SOB mendesak agar bupati sesegeranya mengambil alih lahan tersebut untuk segera dikembalikan kepada masyarakat pemilik lahan semula, juga dialokasikan bagi masyarakat sekitar sesuai haknya yaitu minimal 20% dan sisanya dapat dikelola oleh BUMD.

SOB sangat kuatir akan adanya upaya-upaya untuk melakukan praktik kong kalingkong berupa pengalihan lahan kepada perusahaan baru yang hanya boneka bentukan dari perusahaan asal atau merupakan bagian dari group pembuka lahan semula [HPA/BGA Group] sendiri.  Jika ini terjadi maka dapat diduga telah terjadi praktik-praktik kotor dan koruptif dalam kasus ini.   Apabila hal tersebut terjadi, maka Bupati Kotawaringin Timur dapat diduga terlibat dalam praktik kolusi pengambil alihan lahan HPA/BGA Group yang sudah diputuskan tidak sah oleh Mahkamah Agung.

SOB berjanji akan memantau segala proses pengambil alihan lahan ini dan strategi pengelolaan selanjutnya oleh Pemda, apabila Pemkab Kotim tidak serius untuk mengembalikan hak-hak masyarakat dan tifdak menindak tegas perusahaan yang secara tidak sah membuka lahan, maka SOB akan mengupayakan mengambil langkah-langkah advokasi, baik litigasi maupun non litigasi.

###

Sebarluaskan :

Recent Post
Donasi Save Our Borneo