Ratusan warga Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah memanen buah sawit yang ditanam oleh PT. Hamparan Masawit Bangun Persada II. Menurut mereka, lahan yang selama ini digarap perusahaan merupakan lahan warga dan mereka menuntut lahan itu dikembalikan.
Pada Rabu (22/01) lalu untuk ketiga kalinya warga Desa Penyang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) melakukan protes dengan memanen massal buah sawit di lahan garapan PT. HMBP II. Pemanenan ini dilakukan warga Penyang yang tergabung dalam kelompok tani Sahai Hapakat.
Menurut Dedi Susanto, warga Penyang, tahun 2010 panitia khusus (pansus) DPRD Kabupaten Kotim mengidentifikasi 117 hektar (ha) lahan yang digarap perusahaan berada di luar Hak Guna Usaha (HGU). “Karena itu, warga memanen sawit sebagai bentuk protes, supaya lahan itu dikembalikan,” katanya.
Dedi menambahkan, masyarakat memiliki bukti kuat dalam konflik itu. Salah satunya, PT. HMBP II pernah mengeluarkan surat pernyataan penyerahan lahan kepada warga pada Oktober 2019. Namun, hal itu justru belakangan dibantah oleh perusahaan, bahkan pihak perusahaan terus melakukan pemanenan di areal lahan itu.
“Surat pernyataannya itu ditandatangani langsung oleh Manager Legal, Pak Wahyu Bima Dhakta dan Arif Nasution, Supervisor Legal yang disaksikan oleh Kepala Desa Penyang, anggota DPRD Kotim atas nama Rimbun, Pak Kasat Intel Polres beserta perusahaan juga hadir pada saat penyerahan (surat) itu,” ungkap Dedi.
“Lahan tersebut memang harus dikembalikan kepada masing-masing warga”.
“Pemerintah dan warga juga harus melaporkan PT. HMBP II atas tindak pidana kehutanan”.
“Evaluasi harus dilakukan terhadap PT. HMBP II beserta Best Group agar ijinnya segera dicabut”.
(Save Our Borneo)
Menurut Save Our Borneo (SOB), salah satu lembaga yang concern terhadap isu lingkungan dan hak asasi manusia, jika terbukti perusahaan melakukan pelanggaran lahan tersebut memang harus dikembalikan kepada masing-masing warga. Walaupun, saat ini lahan telah ditanami sawit oleh perusahaan.
SOB juga menambahkan, pemerintah dan warga juga harus melaporkan PT. HMBP II atas tindak pidana kehutanan. Diduga, dari total luas area yang diusahakannya, ada sekitar 1.726 ha kawasan hutan yang telah digarap dan ditanami sawit tanpa ada ijin.
Tidak hanya diluar HGU dan tanpa ijin, sebagian lahan di wilayah tersebut juga ada yang dimiliki (asset) pemerintah daerah (pemda) Kotim. Sehingga, evaluasi harus dilakukan terhadap PT. HMBP II beserta Best Group agar ijinnya segera dicabut.
Hinting Pali
Beberapa hari sebelum panen massal, pada Jumat (17/01) warga Penyang melakukan ritual hinting pali. Ritual ini yakni menutup akses jalan dengan bambu atau rotan yang terlebih dahulu telah diritualkan oleh mantir atau tokoh adat.
“Ritual ini seperti memasang police line. Tidak akan dibuka, apabila tidak dipertanggung jawabkan,” ungkap James Watt, pendamping warga Penyang.
Hari itu, seharusnya ratusan warga Penyang memanen buah sawit di lahan sengketa. Namun, rencana tersebut batal karena jalan akses masuk dirusak oleh pihak perusahaan.
Tak terima dengan keputusan sepihak perusahaan, akhirnya warga memutuskan untuk memasang hinting. Sehingga, baik perusahaan maupun warga sama-sama tidak dapat beraktivitas sampai hinting tersebut dilepas
PT. HMBP II sempat mencoba menghadang warga yang ingin melaksanakan ritual. Mereka dibantu oleh Satuan Brimob Polda Kalteng dan beberapa anggota TNI. Saat itu, sempat terjadi adu mulut antara anggota TNI dengan warga.
Namun, melihat hinting pali yang telah terpasang dan adanya desakan dari warga, PT. HMBP II akhirnya meminta agar ritual tersebut dihentikan. “Mereka menyanggupi membayar biaya ganti rugi ritual dan memperbaiki jalan yang sebelumnya sengaja mereka rusak,” kata James.
Meski batal memanen hari itu, tetapi warga berjanji akan kembali melakukan panen massal. “Kami akan terus melakukan ini sampai tuntutan kami dikabulkan,” kata Dedi Susanto, salah seorang warga Penyang yang juga ikut dalam ritual.