Lahan masih berstatus sengketa, namun PT. Hamparan Masawit Bangun Persada II (PT. HMBP II) tetap memanen buah sawit. Warga Desa Penyang Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur geram dan meminta perusahaan menghentikan akivitasnya.
Dua hari lalu (9/7), warga Penyang mendapati PT. HMBP II melakukan panen di wilayah lahan yang masih bersengketa. Hal ini sontak menyulut amarah warga.
Unye, salah seorang warga Penyang, lewat pesan singkat kepada tim Save Our Borneo (SOB) menceritakan aktivitas pemanenan itu dilakukan tanpa ada pemberitahuan sama sekali kepada warga terutama kelompok tani (poktan) Sahai Hapakat. Ia bersama anggota poktan pun ramai-ramai mendatangi perusahaan saat sedang melakukan aktivitas tersebut.
“Pada pagi hari itu salah seorang anggota mengabari saya kalau PT. HMBP II memanen di blok A 15/14,” katanya. “Setelah itu, kami semua langsung kesana,” lanjutnya lagi.
Sesampainya di lokasi, ia juga menceritakan bahwa telah ada beberapa oknum aparat dan keamanan perusahaan yang berjaga. Beberapa keamanan perusahaan bahkan terlihat membawa senapan.
Atas aktivitas sepihak yang dilakukan perusahaan, warga yang tergabung dalam poktan Sahai Hapakat itu pun menanyakan dasar aktivitas pemanen tersebut. Sebab, seharusnya tidak boleh dilakukan aktivitas di atas lahan yang masih bersengketa.
Namun, perusahaan justru beralasan bahwa keputusan Hakim Pengadilan Negeri Sampit, yang memutus James Watt dkk bersalah merupakan dasar utama aktivitas pemanenan mereka dapat dilakukan. Padahal, putusan James Watt belum berkekuatan hukum tetap (inkrach) dan sampai saat ini masih dalam proses banding.
Menanggapi hal tersebut, M. Habibi, pegiat lingkungan SOB juga sependapat dengan warga Penyang. Semestinya, perusahaan tidak boleh melakukan aktivitas pemanenan terlebih dahulu di lahan tersebut. “Alasan perusahaan memanen itu tidak dapat diterima,” katanya.
“Selain inkracht, masalah hukum yang dihadapi James Watt itu adalah pidana. Sehingga, tidak ada hubungannya dengan konflik lahan yang berada pada ranah hukum perdata,” jelasnya lagi.
Habibi juga mengatakan bahwa selama ini beberapa dokumen juga telah menunjukkan aktivitas perkebunan diluar Hak Guna Usaha (HGU) yang dilakukan PT. HMBP II. “Sudah ditunjukkan dari surat Bupati, laporan panitia khusus, surat Badan Pertanahan Nasional (BPN), bahkan ada surat dari Komisi Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),”katanya.
Disamping itu pula, hasil analisis terhadap peta perizinan perusahaan mendapati bahwa PT. HMBP II benar telah beroperasi diluar HGU. Bahkan, yang lebih parah telah merambah sampai ke kawasan hutan produksi.
Meski begitu, sayangnya belum ada tindakan tegas terkait pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan milik pengusaha asal Surabaya ini. “Tidak ada satu pun institusi penegak hukum yang menindak hal ini,” kata Habibi.
Ia dan warga Penyang sangat menyayangkan lemahnya penegakan hukum terhadap perusahaan. “Malangnya, aktivitas illegal PT. HMBP II di luar HGU itu justru mendapat pengawalan dari aparat keamanan dan pertahanan Negara,” katanya. PNR_SOB