Palangka Raya (27/08/2019). Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi secara massive beberapa waktu ini di Kalimantan Tengah sempat menyebabkan kabut asap pekat yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Sebagian besar kebakaran, seperti yang disampaikan banyak pihak, dilakukan oleh oknum tidak bertanggungjawab.
Terkait hal itu, petani sering kali dijadikan “kambing hitam” dibalik luasnya kawasan yang terbakar. Beberapa waktu lalu juga telah dilakukan penangkapan terhadap oknum-oknum, yang justru mengaku hanya suruhan tetapi belum dibahas tuntas tentang siapa sebenarnya dalang di belakang mereka.
Selasa (27/8/2019), tim monitoring lapangan Save Our Borneo (SOB) bersama beberapa rekan lainnya melakukan monitoring di lapangan dan mendapatkan fakta klasik yang mengejutkan.
Tim SOB menyambangi sebuah lokasi kebakaran di wilayah Kelurahan Kameloh Baru, Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya. Sepanjang perjalanan, tim melihat pemandangan lahan gambut terbakar dan pohon-pohon layu yang tumbang berserakkan.
Lalu, sekitar satu kilometer (km) masuk kedalam dengan mengendarai sepeda motor, tim mendapati sebuah spanduk berukuran kurang lebih 1 x 1,5 meter bertuliskan POLICE LINE yang terpasang di depan, dekat pos penjagaan. Tempat ini tampak seperti lokasi pembibitan kepala sawit. Terdapat bibit-bibit yang sedang disemai di area tersebut.
Meskipun begitu, tidak jauh dari pos penjagaan terlihat jelas ada dua excavator. Satu excavator terparkir sedangkan satu lagi sedang beraktivitas, seperti menggali.
Padahal dalam spanduk di depan pos penjagaannya tertulis dengan jelas, bahwa kawasan tersebut sedang dalam pengawasan untuk penyelidikan/penyidikan tidak pidana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) oleh penyidik kepolisian.
Walau tidak diijinkan masuk, tim tidak berhenti untuk terus mencari fakta. Setelah drone diterbangkan, tim melihat bahwa area tersebut merupakan area bekas terbakar bahkan masih terlihat asap membumbung di beberapa titik.
Dari informasi yang kami kumpulkan di sekitar lokasi, area yang terbakar itu memang merupakan konsesi. Bahkan, tim mendapatkan spanduk bertuliskan himbauan atau larangan membakar dengan nama PT. Palmindo Gemilang Kencana tertulis di spaduk itu.
Dari fakta-fakta tersebut, tim menduga bahwa memang benar telah terjadi praktek pembukaan lahan dengan cara membakar oleh perusahaan untuk perkebunan kelapa sawit (lagi).
Kejadian seperti ini bukan yang pertama. Tahun 2015, sedikitnya terdapat tujuh perusahaan di Kalteng yang diduga melakukan pembakaran untuk membuka lahan. Namun sayang, sampai saat ini ketujuh perusahaan itu tidak dipidana.
Harapannya, kali ini pemerintah tidak melakukan kesalahan yang sama. Sehingga hal seperti ini bisa ditanggapi, ditelusuri, dan ditindak dengan serius apabila sudah jelas terbukti. Tidak ada lagi stigma bahwa kebakaran hutan dan lahan hanya disebabkan oleh petani (saja)