Sudah tiga minggu terakhir, setiap hari senin, saya dan tim menjalani rutinitas yang sama yaitu meliput persidangan Willem Hengki, Kepala Desa (Kades) Kinipan di Pengadilan Tipikor Palangka Raya. Memberi salam kepada petugas operator, kemudian masuk ke ruang sidang serta menyiapkan gawai dan kamera modal untuk dokumentasi dan siaran langsung.
Namun, agak berbeda dari sidang sebelumnya. Hari itu (14/2/2022), kursi jaksa penuntut umum (JPU) tidak lagi kosong. Ada satu orang jaksa yang duduk di sana, namanya Ma’ruf Muzakir, anggota JPU. Berpakaian jubah hitam lengkap dengan rambut pendek klimis dan rapi, sesekali sibuk dengan layar gawainya, Ia juga sama seperti kami sedang menunggu kedatangan Majelis Hakim di ruang sidang.
Tak lama para kuasa hukum Kades Kinipan juga bersiap di dalam. Kali ini hanya ada 5 orang yang hadir. Semuanya duduk rapi masing-masing di kursi mereka.
Sekitar pukul 09.30 WIB, Majelis Hakim masuk ruangan, mengetuk palu dan mempersilahkan JPU membacakan tanggapan mereka. Agenda sidang kali ini memang mendengarkan tanggapan dari JPU terhadap eksepsi (nota keberatan) yang minggu lalu sudah dibacakan oleh kuasa hukum Willem.
Rupanya agenda ini tidak hanya dinantikan oleh kami saja, terbukti dengan banyaknya awak media yang datang saat itu. Ada yang duduk sambil merekam, mondar-mandir sibuk mendokumentasikan gambar dan video, sampai berdiri di sudut-sudut ruangan. Saya juga termasuk salah satu yang berdiri di sudut ruangan sambil merekam jalannya sidang dengan kamera. Kami berharap dapat dengan jelas mendengar tanggapan dari JPU.
Sayangnya, indra pendengaran kami ternyata harus diuji. Mungkin karena persoalan teknis atau apa, suara JPU tidak terdengar jelas. Memang pengeras suara membuat suaranya nyaring, namun bergema dan kurang bersih, sehingga sangat sulit menangkap poin per poin yang disampaikan oleh JPU.
Saya yang berada di dalam ruangan saja terkadang sampai memejamkan mata dan menajamkan pendengaran, agar setidaknya dapat menangkap poin yang disampaikan oleh JPU. Terbersit dipikiran saya, bagaimana dengan Willem Hengki? Ia jauh berada di rumah tahanan (rutan) yang suara dan gambar di ruang sidang ini hanya dapat ia lihat dan dengar melalui ruang pertemuan online.
Tidak banyak ekspresi yang bisa saya gambarkan saat mendengarkan tanggapan JPU. Seperti sudah dapat diduga sebelumnya, tentu JPU tidak akan begitu saja menerima eksepsi kuasa hukum Willem. Terutama terkait tidak cermat dan tidak jelasnya penyebutan ayat terhadap pasal-pasal yang didakwakan JPU dalam dakwaan Primair dan Subsidair kepada Willem Hengki.
“Berdasarkan eksepsi penasehat hukum, perkenankan kami Penuntut Umum” kata Ma’ruf. “Menyampaikan perbaikan penyematan isi Pasal pada dakwaan kami sesuai dengan unsur-unsur yang telah kami jelaskan pada alinea pertama masing-masing dakwaan,” lanjutnya.
JPU menyatakan akan memperbaiki isi pasal-pasal pada dakwaan yang sebelumnya telah mereka ajukan. Pernyataan ini terdengar janggal saat dipersidangan. Bagaimana mungkin dakwaan yang sebelumnya telah dibuat kemudian diralat? Secara tidak langsung, sebelumnya JPU mengakui kesalahan atau ketidaktelitian mereka pada proses pembuatan dakwaan. Padahal, hal itu menyangkut hidup mati seseorang yang sedang ia dakwa.
Kemudian, JPU kembali melanjutkan pembacaan tanggapannya. “Pada dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.”
Selanjutnya, pada dakwaan Subsidair, Ma’ruf juga menyampaikan perbaikan. “Melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.”
Hingga pada bagian penutup pembacaan tanggapannya, JPU memohon kepada Majelis Hakim agar menolak eksepsi yang telah diajukan kuasa hukum Willem. Bahkan, tentu saja memohon agar dakwaan yang mereka ajukan pada tanggal 18 Januari 2022 lalu tetap sah menurut hukum. Sehingga, permohonan mereka untuk menetapkan pemeriksaan persidangan kepada Willem tetap dapat dilanjutkan.
Akhirnya, kita memang hanya dapat berharap kepada Majelis Hakim. Seperti pepatah pernah bilang, “Suara hakim adalah suara Tuhan.” Sungguh kita benar-benar berharap Hakim memberikan keputusan yang adil sebagaimana Tuhan. Jika benar ia adil, maka sudah seharusnya Willem dibebaskan, bukan? Ini yang sedang kita tunggu, terutama saat persidangan Putusan Sela pada hari Senin depan.
Saya pikir sidang akan berakhir begitu saja hari itu. Toh, agendanya memang hanya mendengar tanggapan JPU. Saya sudah mulai berpikir untuk segera mengangkut alat-alat media ke depan gerbang gedung Pengadilan Tipikor Palangka Raya. Sebab, di sana sudah ada massa aksi yang memang setia, setiap hari Senin, melakukan aksi demonstrasi bentuk dukungan, solidaritas, dan tuntutan terhadap kebebasan Kades Kinipan.
“Jadi, sebelum sidang ditutup,” kata Hakim Ketua. “Atas permohonan dari kuasa hukum terdakwa, Majelis Hakim mengeluarkan sebuah surat penetapan yang akan kita bacakan,” katanya.
Sontak saya pun kembali menajamkan indra pendengaran. Saya ingat ada satu permohonan kuasa hukum Willem yang hingga saat itu belum dijawab Majelis Hakim yaitu pengalihan penahanan dari rutan menjadi tahanan kota.
“Menimbang bahwa berdasarkan asas-asas yang telah disebutkan di atas dalam surat permohonan,” Hakim Ketua melanjutkan pembacaan surat penetapannya. “Sehingga cukuplah atas Majelis Hakim untuk mengabulkan permohonan pengalihan penahanan terdakwa tersebut dengan syarat-syarat yang akan dicantumkan dalam amar penetapan di bawah ini.”
Bak gayung bersambut, Willem Hengki, Kades Kinipan mendapatkan kado spesialnya dari Majelis Hakim di hari kasih sayang. Permohonan pengalihan penahanannya resmi dikabulkan. Ia tidak lagi di dekam di dalam rutan. Willem resmi dijadikan tahanan kota Palangka Raya. Namun, tentu saja dengan beberapa persyaratan, termasuk wajib lapor pada waktu tertentu sebagaimana akan ditentukan oleh JPU.
Tanpa sadar saya ikut tersenyum dan sekaligus haru, untungnya masker berhasil menyamarkan ekspresi ikut berbahagia saya. Saya pun memandang para kuasa hukum di depan, ada perasaan lega terlihat di mata mereka. Begitu pun dengan Willem. Tak hanya lega, namun jari-jari tangannya bergerak menghapus beberapa air mata haru dan bahagia yang spontan mengalir begitu saja.
Ketika diberi kesempatan berbicara oleh Hakim, Willem tentu saja mengucapkan rasa terima kasihnya. Dengan suara bergetar, Ia berusaha tegar menyelesaikan tiap baris katanya. “Pertama saya mengucapkan terima kasih saya atas dikabulkannya permohonan. Dan kiranya Tuhan Yesus memberkati Bapak-bapak Hakim yang terhormat,” tutupnya.
Meski bukan sedang mendengar pengumuman kemenangan, tetapi tidak dapat dipungkiri hasil ini membawa atmosfir yang positif. Setidaknya, satu permohonan penting telah dikabulkan. Selanjutnya, kebebasan Willem Hengki akan tetap menjadi prioritas utama dalam persidangan ini.
Tepat setelah palu sidang diketuk, saya dan kawan-kawan beranjak ke luar berbaur dengan awak media lainnya. Kami sama-sama meminta tanggapan dari kuasa hukum atas hasil persidangan hari ini.
Aryo Nugroho, salah satu kuasa hukum Willem kemudian angkat bicara memberikan tanggapan. “Kami mengapresiasi dan mengucap syukur atas permohonan yang dikabulkan walaupun harus menunggu untuk beberapa waktu. Sehingga, hari ini Pak Willem bisa diselesaikan urusannya dan keluar dari rutan,” kata Aryo.
Sementara terkait tanggapan yang diberikan oleh JPU, Aryo mengaku akan tetap optimis bahwa dakwaan JPU akan dibatalkan pada saat sidang Putusan Sela minggu depan. “Terkait tanggapan dari JPU, ini kan masih proses. Sebenarnya, ada beberapa hal yang tidak ditanggapi atas eksepsi kami. Sehingga, kami masih optimis bahwa dalam Putusan Sela nanti dakwaan itu akan dibatalkan,” kata Aryo.
Aryo menambahkan bahwa mereka tetap yakin Hakim akan bersikap objektif terhadap kasus ini. “Kami yakin Hakim bisa mendengar dan bersikap objektif,” katanya.
Memang persidangan hari itu bukan yang terakhir. Namun, kemenangan kecil ini cukup menyulut lagi api semangat perjuangan kita bersama masyarakat Kinipan. Setidaknya, hal ini membuktikan bahwa masih ada harapan untuk Kinipan. Keadilan belum mati di Negeri ini.
Sebagaimana massa aksi Gerstruk (Gerakan Solidaritas Untuk Kinipan) yang setia berdemonstrasi menuntut kebebasan Willem Hengki setiap hari Senin di depan gedung Pengadilan Tipikor Palangka Raya, solidaritas massa lebih besar lagi tetap dibutuhkan untuk Kinipan. Sebab, saat ini perjuang kita tidak hanya menuntut keadilan bagi Kades Kinipan, Willem Hengki, seorang. Namun, kita juga sedang berjuang untuk membebaskan Kinipan dari ketidakadilan, ancaman kriminalisasi masyarakatnya yang lebih besar, hingga perampasan wilayah adatnya yang lebih masif.
Kinipan masih harus terus berjuang. (P.Juliana_SOB)