KUALA KURUN, SAVE OUR BORNEO – Hutan-hutan di Kalimantan Tengah mulai dibuka untuk program pangan. Pohon-pohon besar digusur diganti komoditas singkong. Masyarakat pun hanya pasrah dan berharap adanya ganti rugi.
Program strategis nasional melalui Kementerian Pertahanan RI sudah mulai terlihat. Program yang disebut-sebut sebagai program pendukung Food Estate di Kalteng itu mulai membuka kawasan Hutan Produksi (HP) di Desa Tewai Baru, Kecamatan Sepang, Kabupaten Gunung Mas.
Setidaknya sudah sekitar 50 hektar lebih hutan dikonversi menjadi kebun singkong. Namun, hal itu belum cukup. Mereka memiliki target 31.000 hektar hanya di Kabupaten Gunung Mas dan target panjang hingga 1,4 juta hektar untuk seluruh Kalimantan Tengah.
Save Our Borneo menelusuri lokasi yang sudah dibuka dan dikunjungi Wamenhan RI Sakti Wahyu Trenggono tersebut. Untuk ke lokasi itu hanya ada satu jalan masuk yang belum beraspal karena merupakan jalan perusahaan perkebunan sawit PT. Borneo Agri Prima (BAP)yang hingga kini belum kami temukan izin-izin atas nama perusahaan itu.
Jarak dari muka jalan ke lokasi pembukaan sekitar 10 kilometer. Jalan masuk ke lokasi kebun singkong tersebut cukup sulit dilalui kendaraan bermotor karena kondisi jalan yang sangat buruk, tanpa aspal, berpasir bahkan berlumpur. Jalitu terlihat memang baru dibuka beberapa hari sebelum kunjungan.
Masuk ke lokasi pembukaan hutan berjarak lebih kurang empat hingga lima kilometer. Di lokasi setidaknya enam alat berat sedang bekerja meruntuhkan beberapa pepohonan, membersihkan jalan, hingga melindas lumpur agar bisa dilalui kendaraan.
Terdapat beberapa camp tentara di mana di dalamnya para serdadu itu sedang tidur. Sebagian bekerja dengan alat berat. Siang itu mereka masih bekerja membersihkan jalan dan membuka hutan. Terlihat juga beberapa ladang masyarakat yang ditanami jagung dan pisang. Keduanya mungkin baru berumur dua hingga tiga bulan.
Pemerintah menargetkan harus mampu membuka lahan seluas 31.000 hektar hingga tahun depan dan akan membuka pabrik olahan singkong.
Disadur dari laman Kompas.id Sabtu (28/11/2020) Kepala Desa Tewai Baru Sigo mengungkapkan, pihaknya baru melakukan tiga kali pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi sebelum kawasan itu dibuka sekitar pertengahan November lalu. Pertemuan itu dilakukan di Desa Teluk Nyatu.
“Kami ini rakyat kecil, kami ikuti saja yang dibuat pemerintah apalagi ini kan dua kementerian ada pertanian dan pertahanan yang bekerja pun dibantu tentara. Jadi kami ikut saja,” kata Sigo.
Sigo menjelaskan, sebelum kawasan di desanya dibuka, lokasi yang diingkan pertama berada di desa lain. Namun karena berbenturan dengan kebun masyarakat dan seluruh warga menolak akhirnya digeser ke lokasi di desanya.
“Sebenarnya lokasi yang sekarang juga berbenturan dengan milik warga, tetapi kan jarang sudah dipakai ladang-ladang di sana,” ungkap Sigo.
Menurut Sigo, pihaknya belum sempat meminta persetujuan warga. Masih banyak warga yang belum mengetahui kejelasan mengenai program tersebut. Ia hanya mengetahui program tersebut luasnya mencapai 450 hektar di desanya sedangkan totalnya mencapai 31.000 hektar di Kabupaten Gunung Mas berdasarkan penjelasan pemerintah kabupaten.
“Kami menerima tentunya. Tetapi dari hati yang paling dalam ini saya juga memikirkan generasi (anak-cucu) kan bertambah terus, gak mungkin hutannya hilang semua untuk ditanami singkong,” ungkap Sigo.
Yuminson (37), warga Tewai Baru mengaku memiliki setidaknya lima hektar lahan di kawasan yang sedang dibuka. Namun, karena tak memiliki bukti kepemilikan ia tak bisa banyak menolak.
“Memang di kawasan itu masyarakat di sini mulai menanam sawit dan karet untuk bukti kepemilikan sejak 2014, tetapi setelahnya dilepas begitu saja apalagi kan tidak boleh membakar untuk buka ladang lagi,” katanya.
Pemerintah perlu sangat berhati-hati membuka kawasan itu. SOB menilai kawasan yang berada di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan itu merupakan penyuplai air yang berada di daerah hilir. Ironinya, bagian hilir kawasan itu merupakan kawasan food estate yang saat ini sedang dipaksa ditanam padi.
Muhammad Habibi salah satu aktivis penggiat Save Our Borneo (SOB) mengungkapkan, secara kebijakan mereka dilegalkan untuk membuka hutan karena adanya Peraturan Menteri Nomor 24 Tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate, ditambah lagi adanya Peraturan Presiden (PERPRES) 109 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Namun, perlu diperhatikan kemana larinya kayu-kayu yang ditebang dan siapa yang paling diuntungkan.
“Pembukaan kawasan hutan itu memiliki banyak masalah, seperti kejahatan lingkungan yang dilegalkan. Pemerintah perlu lebih terbuka lagi, katakan saja ke mana kayu-kayu itu akan berlabuh. Adakah izinnya untuk mengeluarkan kayu dari kawasan itu,” kata Habibi. (Dia-508)