PULANG PISAU, Mediaborneo.com – Puluhan warga Desa Lawang Uru Kecamatan Banama Tingang Kabupaten Pulang Pisau menggelar ritual “Hinting Pali” atau memasang pembatas adat di areal yang sedang digarap PT Agro Green Lestari. Langkah itu sebagai bentuk protes warga desa terhadap aksi perusahaan dan dugaan pembiaran oleh pemerintah.
Direktur Save Our Borneo (SOB) Safrudin Mahendra mengatakan, konflik antara warga dengan PT AGL sudah berlangsung sejak tahun 2013 lalu. Namun sangat disayangkan sampai saat ini tidak ada reaksi berujung pada aksi, baik dari pemerintah daerah tingkat kabupaten dan provinsi.
“Ini kan permasalahan sejak tahun 2013. Bahkan masyarakat dari 15 desa di Kecamatan Banama Tingang pernah berkemah di Kantor Gubernur Kalteng untuk menolak kehadiran tiga perusahaan, termasuk AGL ini di wilayah mereka,” kata Safrudin, Kamis (15/3/2018).
Dipaparkan Safrudin, penolakan muncul karena hutan yang menjadi areal kerja perusahaan perusahaan yang tergabung dalam Ciliandry Anky Abadi (CAA) Grup itu merupakan tempat hidup masyarakat sekitar. Banyak warga di 15 desa termasuk Lawang Uru yang masih mengandalkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
SOB menyarankan agar pemerintah segera mengevaluasi izin dari perusahaan-perusahaan tersebut. Karena selain permasalah tersebut, berdasarkan penelusuran pihaknya ada tiga poin penting lainnya yang diduga dilanggar pihak perusahaan.
Pertama tutur Udin, aktivitas pembersihan lahan (land clearing) dan pembangunan saluran-saluran air (kanal) oleh PT AGL di Kecamatan Banama Tingang diduga sangat berpotensi merusak ekosistem gambut dan hutan di wilayah itu.
Kedua lanjutnya, aktivitas yang dilakukan perusahaan berada ditengah konfilik dan dikhawatirkan dapat memicu konflik yang lebih luas dan berkepanjangan.
Dan ketiga tegas Safrudin, areal yang digarap adalah kawasan yang berhutan dengan potensi kayu cukup besar, hal ini berpotensi menimbulkan kerugian negara yang cukup besar pula.
“Sebelum izin pelepasan kawasan keluar, perusahaan itu sudah menggarap lahan. Disana potensi hutannya sangat besar,” kata Safrudin Mahendra.
Pada Desember 2016 lalu, puluhan warga Desa Ramang, Kecamatan Banama Tingang juga mendatangi lokasi perkebunan PT Agrindo Green Lestari (PT AGL). Mereka memprotes dugaan pengrusakan kebun dan hutan adat oleh pihak perusahaan.
Warga mengklaim, sekitar 800 hektar luas lahan di dalam areal perkebunan PT AGL adalah milik sekitar 100 orang warga desa. Bahkan buktinya bisa dilihat dari tanaman karet dan sisa pondok warga yang diperkirakan sudah berusia puluhan tahun.
Dari angka itu, sekitar 500 hektar kebun sudah dijadikan lokasi pembibitan. Sementara, lebih dari 1.000 hektar hutan yang menjadi tempat berburu dan hutan keramat telah ditanami pohon sawit muda berusia sekitar tiga tahun.
Titik Dion, 35, seorang warga mengatakan, areal izin perusahaan PT AGL seluas 9.000 hektar lebih. Perusahaan itu, kata dia, masuk dan langsung merusak tanpa sepengetahuan pemilik lahan.
“Jangankan ganti rugi, sosialisasi saja tak pernah. Kami juga tidak ingin kebun kami dijadikan perkebunan kelapa sawit,” kata Titik Dion, Senin (19/12/2016) lalu, dikutip dari laman Borneonews.co.id.
Terpisah, Kepala Badan Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Pulang Pisau Usis I Sangkai mengatakan, PT AGL telah mengantongi izin yang disyaratkan. Terkait persoalan ini, pihaknya berharap ada penyelesaian dalam waktu dekat.
“Kami berharap agar permasalahan ini segera diselesaikan dengan baik. Pemkab Pulpis saat ini sedang mempersiapkan rapat koordinasi untuk memfasilitasi permasalahan ini. Kepada pihak perusahaan juga agar tidak alergi dengan tuntutan masyarakat,” katanya Usis.
Ditegaskan Usis, PT AGL sudah mengantongi izin usaha perkebunan dari Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Kita harapkan nantinya semua hadir pada rapat koordinasi itu. Dan untuk undangannya nanti akan dikoordinir langsung oleh Dinas Pertanian,” beber Usis menjelaskan
Sumber : http://mediaborneo.com/kalimantan-tengah/hinting-pali-upaya-warga-banama-tingang-memperjuangkan-hak/