Masyarakat Kinipan kembali serahkan dokumen usulan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) kepada Pemerintah Kabupaten Lamandau. Harapan untuk diakui Negara masih terus mereka perjuangkan.
Sejak pukul 14.00 WIB (29/4/2024) masyarakat Kinipan telah tiba dan menunggu kedatangan Pj Bupati Kabupaten Lamandau, Lilis Suryani, di kantornya. Mereka khusus menyambangi orang nomor satu di kabupaten itu saat ini untuk kembali menyerahkan dokumen usulan pengakuan dan perlindungan MHA.
Mewakili masyarakat Kinipan, Effendi Buhing (ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Lamandau) datang bersama Berkat Arus (ketua komunitas adat Laman Kinipan), Ating (ketua BPD), Filemon (mantir adat), Willem Hengki (kepala desa), Rudi (Damang Batang Kawa), dan Indra Yudi, S.Th ( Camat Batang Kawa). Semuanya pemangku dan tokoh adat Kinipan.
Setengan jam kemudian pertemuan Buhing dkk dengan Pj Bupati beserta perangkatnya berlangsung. Irwanyah, Sekretariat Daerah (setda) sekaligus ketua Panitia Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) Lamandau, juga mengikuti pertemuan tersebut.
Saat tim Save Our Borneo, anggota koalisi keadilan untuk Kinipan, dan rekan media lainnya akan masuk, sayangnya ijin tidak diberikan. Pertemuan berlangsung tertutup.
Di akhir saat dimintai keterangan, PJ Bupati dan PPMHA juga belum mau diwawancarai. Mereka menyampaikan masih akan memproses usulan dari masyarakat Kinipan.
Sesaat setelah itu, Buhing dkk menggelar jumpa pers. Dalam keterangannya, Buhing menyampaikan bahwa upaya usulan ini sudah empat kali mereka lakukan sejak tahun 2020 lalu. Namun, anehnya selalu berakhir dengan dikembalikan oleh panitia diikuti berbagai alasan yang justru menghambat proses pengusulan.
Buhing juga menceritakan dari pertemuan selama dua jam itu, banyak dibahas mengenai tapal batas. “Setda membahas mengenai masalah tapal batas yang menurutnya belum selesai. Padahal, faktanya persoalan tapal batas antar desa ini sudah selesai sejak dulu dan ada bukti berita acara kesepakatan antar desa Kinipan dengan desa-desa yang berbatasan itu,” kata Buhing menjelaskan.
Hal serupa juga disampaikan oleh Safrudin, Deputi Save Our Borneo, sebagai bagian dari koalisi. Menurutnya, Peraturan Daerah (Perda) Lamandau Nomor 3 Tahun 2023 tentang pedoman, pengakuan, dan perlindungan MHA meski perlu diapresiasi, namun belum cukup jelas teknisnya. “Harapannya jika nanti pedoman teknis tersebut akan dibuat dalam bentuk Peraturan Bupati, jangan sampai ini mempersulit komunitas dalam pengajuan pengakuan dan perlindungan MHA,” kata Safrudin.
Sebab menurut Safrudin juga, pemerintah menargetkan adanya kawasan hutan yang besar untuk dikelola masyarakat adat, yakni sekitar 1,2 juta hektar di seluruh Indonesia. Namun, hari ini justru terjadi sebaliknya. “Capaiannya sampai masa akhir pemerintahan Jokowi masih sangat sedikit,” katanya.
Meski sejauh ini prosesnya tak mudah, namun masyarakat Kinipan menolak menyerah. Dengan diserahkannya kembali dokumen usulan PPMHA Kinipan kepada Pemda Lamandau, menunjukkan bahwa sekali lagi masyarakat menaruh harap kepada kinerja pemerintah.
“Masyarakat Kinipan berharap kali ini pemerintah kabupaten Lamandau lebih serius dalam bekerja dengan mengidentifikasi, melakukan verifikasi, dan validasi usulan kami ini. Jangan seperti sebelumnya,” kata Buhing mengingatkan. (safrudin/juliana)