Sumber : http://kaltengpos.web.id/berita/detail/2376/pt-bki-diduga-abaikan-uu.html
16 Januari 2014
PALANGKA RAYA – Pelanggaran tindak pidana kehutanan dan perkebunan, sebagaimana UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No 18 tahun 2000 tentang Perkebunan diduga dilakukan PT Borneo Ketapang Indah (BKI) anak perusahaan PT Cleandry Angky Abadi (CAA) Grup.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Pematang Karau dan Raren Batuah, Kabupaten Barito Timur (Bartim) ini ditengarai mengabaikan pelaksanaan proses ketentuan yang diatur khusus bagi pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).
Adapun luasan izin lahan PT BKI sebesar 38.000 hektare tetapi yang baru tergarap sekitar 6.500 hektare, Hal ini disampaikan warga setempat E Taufan Hidayat di lokasi perkebunan PT BKI tersebut, Jumat (10/1).
“Pemotongan kayu dilakukan tanpa diukur sesuai aturan berlaku, karena selama ini kayu banyak diabaikan Petugas (P2LHP). Petugas diduga membuat data tidak sesuai kondisi di lapangan dan sering membuat data kosong dalam laporan bulanan,” kata pria berperawakan sedang ini.
Seharusnya terang dia, kayu tersebut di holling ke tempat penampungan akhir (TPA) IPK untuk diukur disaksikan Pejabat Pengesah Laporan Hasil Produksi (P2LHP) dan Dinas Kehutanan (Dishut) Bartim.
Saat ini aktivitas penebangan terus berlanjut dan tidak berjalan sesuai aturan berlaku. Pelaksanaan pembukaan areal PT BKI yang membuka lahan tidak sesuai peta izin lahan membingungkan masyarakat sekitar kawasan.
Aktivitas pengabaikan pemenuhan sesuai IPK itu dilakukan sejak 2011 akhir sampai Januari 2013. Bahkan pernah tiga kali dilakukan pelaporan IPK kepada Dishut Bartim kondisinya blank/tidak ada aktivitas penebangan kayu.
Padahal aktivitas penebangan di daerah yang bukan semak belukar tetap berjalan, tetapi tidak pernah dilakukan upaya pemenuhan di lapangan sesuai aturan.
“Pengukuran sampai Desember 2011 lalu, tetap dilakukan pelaporan tetapi tidak dilakukan great log IPK. Kayu diabaikan dan dibiarkan tertumpuk di tepian penanaman sawit karena desakan pembukaan lahan di lapangan. Terkait kondisi ini, saya berharap segera dibentuk Tim Khusus bersama penegak hukum,” katanya.
Pelaksanaan hasil dan pemantauan dari tim teknis terhadap kayu tersebut dikurangi pemukiman penduduk, fasilitas pemerintah, sungai, lahan-lahan masyarakat, dan semak belukar yang belum dilepaskan masyarakat dan sudah terealisasi.
Lahan itu dalam bentuk hutan semak belukar, kebun karet dan kebun buah serta hutan produktif yang kayu-kayunya berpotensi. Kondisi ini dapat terlihat di blok D, E, F, G, dan K. Pada blok-blok tersebut masih cukup banyak kayu-kayu yang berpotensi.
Paling utama di kawasan A action dan juga terdapat di semak belukar serta sekitar 30 persen di daerah hutan HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Kerugian negara bila dihitung sejak tahun 2012 akhir sampai 2013 telah diabaikan dalam pengukuran. Meskipun dalam pelaporan disampaikan tapi tidak sesuai di lapangan. Jumlah kayu sekitar kurang lebih 2.000-3.000 M3,” katanya.
Selain itu juga terjadi suatu permohonan kepada BPN dalam pemenuhan HGU perlu diperjelas mendetail karena menyangkut hak masyarakat.
“Pembuktiannya, versi BPN dan izin Kehutanan tidak sesuai lahan yang sudah di Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) oleh PT BKI,” katanya.
Terpisah, Direktur Umum PT CAA Grup Wilayah Bartim, Kosna Susanto, dikonfirmasi, Minggu (12/1) belum dapat memberikan penjelasan konkrit. Kosna mengatakan sedang berada di luar kota. “Saya tidak di tempat, karena sedang berada di luar kota,” katanya singkat.
Sementara Kepala Bagian Perizinan PT CAA Wilayah Kalteng, Danil dikonfirmasi mengatakan, tidak begitu jelas perihal tersebut karena tidak bekerja secara teknis di lapangan.
Danil menyarankan persoalan ini dikonfirmasi dengan Kantor Perwakilan PT BKI di Ampah.
“Secara riil di lapangan saya tidak mengetahui itu. Kalau bicara fiktif, saya kira tidak ada, karena sudah sesuai izin lokasi, batas-batas GRTT itu tidak langsung. Kalau menggarap di luar izin lokasi itu salah, kalau batas BPN itu dibatas izin lokasi bisa saja berbeda,” kata Danil.(tim)