Oleh : Salsabilazulfa Umniyati
Ribuan bibit pepohonan hutan terhampar di halaman camp Jerumbun. Di sekitar persemaian bibit itu, secara terpencar, telah tumbuh pepohonan yang ditanam.
Itu adalah kawasan pendidikan konservasi dan restorasi hutan milik FNPF (Friend of the National Park Fondation), di Jerumbun, Desa Sekonyer, Kabupaten Kotawaringin Barat. Letaknya yang berbatasan dengan Sungai Sekonyer, menjadikan Jerumbun termasuk salah satu zona penyangga Taman Nasional Tanjung Puting.
Ada pohon papung (Baccaurea sp.), nyatoh (Palaquium rostatum), medang (Listea firma), cempedak (Arthocarpus campeden), jambu bol (Eugenia malaccensis), rambutan (Nephelium rambotans), kopi, dan masih banyak lagi.
Namun, saya tertarik dengan satu jenis pohon yang terlihat cukup banyak, baik yang sudah tumbuh jadi pohon besar, maupun yang masih di persemaian. Orang umumnya menyebut itu pohon gaharu. Bagian dalam batang pohon ini, dapat menghasilkan aroma harum yang menjadi bahan industri parfum dan wewangian.
Sebenarnya, yang dimaksud sebagai gaharu adalah kayu berwarna kehitaman di dalam batang, mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon, kebanyakan dari marga/genus Aquilaria, terutama Aquilaria malaccensis. Resin ini yang mengandung aroma harum.
Basuki Budi Santoso (50), staf FNPF menjelaskan, di hutan alami, gaharu bisa terdapat di beberapa jenis pohon. Namun bibit yang ada di Jerumbun, juga tergolong dalam jenis Aquilaria malaccensis.
Para staf FNPF biasa menyebut bagian yang bertekstur keras dalam batang pohon gaharu, itu sebagai ‘kanker’. Kanker itulah yang akan dipanen, dijadikan parfum dan menghasilkan nilai ekonomi tinggi. Untuk menghasilkan kanker biasanya dilakukan penyuntikan inokulan ke batang pohon. Inokulan itu berisi mikroorganisme yang menstimulasi kemunculan kanker itu.
Menurut Samsu, Manajer FNPF, sebenarnya gaharu jenis tumbuhan yang jarang ditemukan di sekitar Jerumbun. Karena langka itulah, mereka mengembangkan pembibitannya. “(Awalnya) tidak sengaja menanam gaharu. Karena gaharu sangat langka di sekitaran taman nasional,” kata pria yang biasa dipanggil Isam ini, Rabu (21/03/2024).
“Cukup banyak terlihat pohon gaharu di sini. Karena populasi gaharu lebih banyak di sini, orang beranggapan gaharu sebagai pohon utama. Padahal gaharu sudah mulai langka,” tambah Devin (24), staf FNPF yang mendampingi Isam.
Tidak mudah mengembangkan gaharu ini. Devin mengatakan, proses pembibitan dan penyemaian menjadi tahap penting agar gaharu terus hidup. Jika saat dipindah ke polybag ada yang mati, pohon itu harus disulam, atau diganti yang baru. “Kalau pohon itu sudah dipindah ke tanah, artinya pohon itu sudah diperkirakan bisa tumbuh dengan baik,” jelas Devin.
Sama dengan jenis pohon lainnya, pada tahap penyemaian bibit, FNPF melibatkan staf dan masyarakat sekitar, untuk mendapatkan bibit yang banyak. Lalu staf FNPF yang merawat bibit itu sampai waktu penanaman tiba. “Gaharu akan tetap hidup jika ditanam di tempat yang bersih, tidak ada rerumputan liar di sekitarnya,” ujar Lana (30) staf FNPF lainnya.
Setelah tumbuh besar, ada tantangan lain. Gaharu memerlukan suntikan inokulan. Namun, tidak mudah mendapatkan inokulan yang baik. Basuki bilang, kalau pun inokulan tersedia, harganya mahal.
Sebenarnya, ada cara lain untuk menciptakan kanker gaharu yang baik, selain dengan suntik inokulan yang terpercaya kualitasnya. Isam menjelaskan, teknik inokulasi bisa dengan paku yang telah dicampur fermentasi dengan air jamu busarium. Mulai dari diberi paku, gula merah dan lain-lain.
“Tidak hanya dengan disuntik, tetapi juga bisa dioles. Dengan cara dikupas kulit batangnya, lalu dioles,” kata Isam.
Isam menambahkan, staf FNPF rutin memeriksa pohon-pohon gaharu, untuk memastikan kapan waktu inokulasi bisa dilakukan. “Jika gaharu itu sudah menghasilkan buah, artinya pohon itu sudah bisa disuntik,” kata Isam. Pohon bisa dipastikan mengandung kanker di dalam batangnya, setelah lima atau enam tahun disuntik.
Menurut Isam, sama dengan pohon lainnya, tantangan terbesar merawat gaharu adalah ancaman kebakaran di musim kemarau. “Kalau api datang, habis semua,” ujar Isam.
Devin berharap, pohon-pohon gaharu yang mereka tanam, segera dapat menghasilkan. Ia sudah membayangkan keuntungan ekonominya. “Hasil keuntungannya bisa dibagi sekitar 75% dan 25%. Sebagian untuk kantor. Sebagian lagi untuk Jerumbun,” ucapnya.
Namun, ujar Devin, yang lebih penting dari itu, dengan ditanamnya gaharu di Jerumbun, bisa mengembalikan kembali hutan yang telah rusak. Sejauh ini masyarakat mulai tertarik. Ada warga tetangga FNPF di Jerumbun, memiliki sebidang tanah yang telah ditanami gaharu.