Delapan orang saksi dihadirkan Penasehat Hukum (PH) untuk meringankan terdakwa James Watt dan Dilik. Dari sidang terungkap bahwa sengketa perdata antara PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (PT. HMBP) dengan warga Desa Penyang ini yang menimbulkan tuduhan tindak pidana kepada kedua terdakwa.
Sidang perkara kasus Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang kembali digelar hari Senin (11/05) oleh Pengadilan Negeri (PN) Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Pada sidang keenam ini, PH James Watt dan Dilik menghadirkan delapan orang saksi untuk meringankan terdakwa.
Delapan orang saksi tersebut adalah warga Desa Penyang. Bahkan salah satunya bernama Sargianto, ketua kelompok tani Sahai Hapakat yang dibentuk oleh warga Penyang sendiri.
Dalam kesaksiannya, Sargianto menyangkal tuduhan yang mengatakan bahwa James Watt membagi-bagikan lahan untuk dipanen warga Penyang, yang sebelumnya dituduhkan oleh saksi Jaksa Penuntut Umum (JPU). “James Watt itu hanya sebagai pendamping kami. Ia tidak boleh membagi-bagikan lahan,” katanya.
Menurutnya juga, Dias Manthongka, pendiri Koperasi Keluarga Sejahtera Bersama (KKSB) tidak pernah memiliki lahan di Desa Penyang sebagaimana yang diakui Dias pada persidangan sebelumnya. “Dias itu dulu membantu kami untuk memperjuangkan lahan tetapi sampai hari ini tidak pernah menyampaikan kepada kami hasil perjuangan itu.”
Tidak hanya Sargianto, kedelapan saksi juga kompak menyatakan Dias Manthongka tidak memiliki lahan di Desa Penyang. Namun, mereka juga turut membenarkan bahwa sebelumnya pernah mempercayakan kasus sengketa lahan mereka kepada Dias. ”Karena Dias itukan punya latar belakang hukum,” Kata Dedi Susanto, salah seorang saksi.
Sementara itu, sejalan dengan kesaksian rekannya yang lain, Sahidin juga mengungkapkan hal yang serupa. “Dias Manthongka hanya sebagai penyambung lidah kami saja, sama seperti posisi James Watt sekarang, yang membantu kami mengurus masalah tanah ini tetapi tidak ada tanah di Desa Penyang,” ungkapnya.
Bahkan Unye, salah seorang saksi juga membantah keterangan saksi JPU sebelumnya yang menyajikan bukti video dimana James diduga memberikan instruksi agar warga memanen. “Di dalam video itu James menyuruh kami kerja untuk membuat parit batas dan pondok, bukan menyuruh panen,” terangnya.
Ia juga menceritakan sudah tiga kali warga Penyang memanen kelapa sawit yang berada di luar Hak Guna Usaha (HGU) PT. HMBP. Selama itu pula, James Watt tidak ada di lokasi.
Menurut Unye dan saksi lainnya juga, dasar masyarakat memanen adalah hasil temuan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kotim yang menyatakan lahan seluas 117 ha berada diluar HGU. Selain itu, ada pula Surat Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Surat Penyerahan Lahan dari perusahaan kepada warga Penyang.
“Artinyakan lahan itu sudah diserahkan kepada kami. Mereka sudah tanda tangan di atas materai,” jelasnya. Oleh karena itu, warga yakin sudah sepantasnya lahan tersebut kembali menjadi milik mereka. Termasuk di dalamnya lahan blog C8, dimana Almarhum Hermanus dan Dilik dituduh mencuri buah kelapa sawit.
Berdasarkan keterangan para saksi, Fidelis Harefa SH, salah satu PH terdakwa berpendapat bahwa secara garis besar keterangan saksi berisi tentang keberatan warga Penyang atas hak kepemilikan lahan yang dirampas secara melawan hukum oleh PT. HMBP. “Jadi ini jatuhnya kurang lebih 80% adalah pemeriksaan perdata,” terangnya.
Fidelis juga sebenarnya menyayangkan bahwa kasus yang seharusnya sengketa perdata ini malah justru berujung pidana kepada James Watt, Dilik, serta Almarhum Hermanus. “Inikan jadinya sengketa perdata antara PT. HMBP dengan warga Penyang yang menimbulkan tuduhan tindak pidana terhadap para terdakwa.”
Sejalan dengan itu, Safrudin, Direktur Save Our Borneo dan juga anggota Koalisi Keadilan Untuk Pejuang Lingkungan Desa Penyang menilai ada upaya menggiring kasus yang seharusnya perdata ini menjadi pidana. Sebab sebelumnya, banyak upaya yang telah dilakukan oleh warga yang justru diabaikan.
Menurutnya, pengaduan warga ke Bupati, DPRD, sampai Gubernur seringkali tidak direspon apalagi didukung. Bahkan pemerintah daerah lebih terkesan menutup mata terhadap kasus ini.
“Buktinya berbagai kebijakan dan rekomendasi yang pemerintah terbitkan terkait dengan konflik Warga dengan PT. HMBP itukan lemah sekali bahkan cinderung menguntungkan pihak perusahaan. Padahal, jelas-jelas PT. HMBP sudah menyalahi ijin, melanggar aturan dan lain sebagainya. Artinya mereka sudah melakukan perbuatan melawan hukum,” terangnya.
Alih-alih memberikan jalan keluar, pemerintah daerah justru menyarankan lahan di luar HGU yang telah digarap itu untuk dijadikan plasma atau dimitrakan. “Itukan konyol,” tegas Safrudin. Seharusnya pemerintah berani bersikap tegas mengevaluasi perusahaan nakal seperti itu, kalau perlu dicabut izinnya, tambahnya lagi.
Di sisi lain, Fidelis selaku PH berpendapat hal ini setidaknya bisa menjadi pelajaran berharga bagi warga Penyang. Karena ketidaktahuan mereka akan hukum, sehingga meminta bantuan Dias Manthongka, yang justru semakin memperkeruh keadaan.
“Persidangan hari ini lebih baik bagi warga. Selain untuk kepentingan keadilan warga Penyang, hal ini juga menjadi sangat penting untuk mengedukasi mereka tentang hukum. Artinya, warga akan semakin memahami cara-cara tepat ketika mereka menjadi korban perampasan lahan,”katanya.
Karenanya, tidak hanya Safrudin, seluruh tim yang tergabung dalam koalisi masih terus berharap MH dapat membebaskan James Watt dan Dilik. Agar penegakan hukum ini menjadi adil, terkhusus bagi warga yang memang tidak bersalah.
Adapun lembaga- lembaga yang tergabung dalam Koalisi Keadilan Untuk Pejuang Lingkungan Dan Agraria Kalimantan Tengah adalah:
- Save Our Borneo (Safrudin)
- WALHI Kalimantan Tengah (Dimas N. Hartono)
- PIC Kalimantan (Sani Lake)
- Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Tengah (Ferdi )
- LBH Palangka Raya (Aryo Nugroho)
- LBH Genta Keadilan (Sukri Gajali )
- Progress Kalimantan Tengah (Kartika)
- eLSPA (Yuliana )
- Solidaritas Perempuan Mamut Menteng (Winda )
- Lembaga Studi Dayak 21 (Marko Mahin )
- Retina Institute (Danar )
- Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) Cabang Palangka Raya (Suari )
- Serikat Pekerja Sawit Indonesia / SEPASI (Dianto Arifin )
- JARI Kalimantan Tengah (Mariaty Aniun)
- Individu (Gemma Ade Abimanyu )
- Lembaga Dayak Panarung (Mastuati)
- Dewan Perwakilan Mahasiswa – Universitas Palangka Raya
- Comodo Mapala – FEB Universitas Palangka Raya
- Mapala Adiwiyata – FISIP Universitas Palangka Raya
- Mapala Anak Tingang – FMIPA Universitas Palangka Raya
- DPC GMNI Cabang Palangka Raya
- Pimpinan Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia Kotawaringin Timur (PC KMHDI KOTIM)
- FAMM Indonesia
- Eksekutif Nasional WALHI (Ronald)
- Elsam ( Andy Muttaqin)
- Greenpeace Indonesia (Arie Rompas )
- Sawit Watch (Eep Saefullah)
- Kontras (Arif )
- Institute for National and Democracy Studies/INDIES (Kurnawan Sabar)
- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
- Aliansi Reforma Agraria (AGRA)
- Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI)
- PEMBARU Indonesia
- WALHI Sulawesi Selatan
- Yayasan Pusaka
- Yayasan Amnesty International Indonesia