Sembilan orang saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dihadirkan pada sidang kelima Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang, James Watt dan Dilik. Layaknya sebuah pertunjukan komedi, para saksi justru memberikan keterangan yang memicu gelak tawa, namun miris.
Pada hari Senin (04/05) sidang kelima dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari JPU digelar. Meskipun diadakan secara terpisah-pisah, namun proses sidang hari itu berjalan lancar. Baik Majelis Hakim (MH), JPU, Penasehat Hukum (PH), dan para saksi berada di tempatnya masing-masing dan hanya dipertemukan lewat Zoom secara online.
Sidang berlangsung sejak pukul 13.30 hingga 19.30 WIB dengan mendengarkan keterangan dari sembilan orang saksi JPU. Dari semua saksi yang hadir hari itu, delapan diantaranya merupakan saksi untuk James Watt dan Dilik, dan satu saksi lagi hanya untuk perkara Dilik.
Seharusnya, ada sebelas saksi yang dihadirkan oleh JPU hari itu. Namun, dua orang saksi tidak hadir. Kedua saksi itu adalah Untung Jinu dan Dedy Susanto.
Tidak seperti Untung, Dedy mengaku tidak mendapatkan panggilan baik melalui telepon maupun surat untuk datang dan bersaksi hari itu. “Saya tidak dihubungi sama sekali, makanya saya tidak datang,” jelasnya.
Adapun kesembilan saksi yang hadir adalah lima orang dari perusahaan PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (PT. HMBP), dua orang Brimob, dan dua orang lagi dari Koperasi Keluarga Sejahtera Bersama (KKSB). Salah satu perwakilan dari KKSB adalah Dias Manthongka, SH sendiri yang adalah ketua sekaligus pendiri koperasi ini.
Selama proses persidangan, para saksi satu persatu dipanggil untuk bersaksi. Namun, sebagian besar justru memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah ditulis oleh penyidik Polisi Daerah Kalimantan Tengah (Polda Kalteng).
Meresponi hal ini, PH kedua terdakwa merasa kecewa. “Saat MH, JPU, dan PH bertanya, ada-ada saja jawaban mereka. Mulai dari lupa, tidak tahu, bahkan ada yang membantah jawaban yang telah tertuang di dalam BAPnya sendiri,” kata Fidelis Harefa, SH salah satu PH terdakwa.
Fidelis juga mengatakan hal ini justru menimbulkan pertanyaan besar. Terutama untuk para PH, mereka semakin mempertanyakan apakah keterangan di dalam BAP tersebut benar dari para saksi atau dibuat oleh pihak lain untuk sekedar memenuhi berkas perkara saja.
“Kita bisa lihatlah dalam livestreaming sidang yang ditayangkan di facebook page Save Our Borneo (SOB). Sampai ada kesalahan fatal yang kami temukan yaitu BAP yang dibuat pada tanggal 18 Desember 2020. Itukan tidak masuk akal,” jelasnya lagi.
Selain itu, James Watt, salah seorang terdakwa juga merasa ada fakta-fakta yang coba ditutupi oleh Dias Manthongka. Dias bersikeras bahwa ia tidak terlibat dalam masalah ini.
Padahal, kasus ini sebenarnya adalah konflik lahan antara masyarakat Desa Penyang dan PT. HMBP yang sebelumnya dikuasakan kepada Dias. Namun, di tengah perjalanan ia menghilang dan malah mendirikan koperasi KKSB di wilayah yang disengketakan.
“Jika saat itu saudara saksi terbuka dan transparan kepada masyarakat yang anda sebut Dias Manthongka dkk, yang anda perjuangkan itu, tentu hal seperti ini tidak terjadi dan saya tidak akan menjadi korbannya,” jelas James Watt.
James juga berharap agar pemasalahan ini dapat diselesaikan seadil-adilnya. “Saya mohon kepada Yang Mulia agar persoalan ini dapat diputuskan dengan seadil-adilnya. Karena jujur saja, satu orang teman kami sampai meninggal dunia kerena persoalan ini,” harapnya.
Tidak hanya itu, keanehan lain juga muncul saat MH bertanya pada saksi yang terakhir. “Bapak didudukan sebagai saksi dalam perkara Dilik dan Hermanus, tahu tidak kenapa?” tanya MH.
Dengan sangat jujur, kemudian saksi menjawab “Tidak.” Tak heran kalau kemudian jawaban saksi ini disambut dengan candaan dari MH sendiri. “Kalau begitu, Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.”
Tawa tidak bisa ditahan, meskipun akhirnya sidang tetap dilanjutkan. Namun, momen ini tidak hanya menjadi puncak pertunjukan komedi hari itu. Momen itu juga semakin menunjukkan kejanggalan dibalik penetapan James Watt, Dilik, bahkan Almarhum Hermanus sebagai tersangka.
“Saat mendaftarkan permohonan Praperadilan lalu, saya sudah mengatakan bahwa jangan karena proses-proses yang bertentangan dengan hukum, seseorang dipaksakan untuk ditahan dan dijadikan terdakwa di depan pengadilan,” kata Fidelis mengenai hal yang terjadi saat itu.
Walaupun demikian, Ia beserta rekan PH dan Koalisi Untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang akan tetap mengikuti proses hukum dan menunggu putusan MH. “Kita tetap harus menunggu putusan MH yang memeriksa perkara ini. Disamping itu, kami juga akan tetap menjalankan tugas agar hak-hak para terdakwa tidak hilang,” tutupnya.