Puluhan masyarakat Kinipan menggelar aksi di depan kantor Bupati Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah (Kalteng). Mereka ingatkan Pemerintah Daerah (Pemda) dan Hendra Lesmana, Bupati Lamandau, untuk menyelesaikan masalah Kinipan. Namun, Bupati tak ada di tempat.
(19/9/2023) Tepat sebelum menutup lima tahun masa jabatannya sebagai Bupati Lamandau, Hendra Lesmana didatangi puluhan masyarakat Kinipan. Mereka mendesak Bupati segera mengakui keberadaan mereka sebagai MHA dan menyelesaikan konflik terhadap hutan dan wilayah adat Kinipan dengan PT. Sawit Mandiri Lestari (SML).
Sejak kasusnya muncul ke publik tahun 2019 lalu, beberapa kali masyarakat Kinipan telah menggelar aksi di depan kantor Bupati. Berharap kali ini berhasil menemui orang nomor satu di Lamandau itu dan mendapat jawaban pasti. Namun, harus berakhir kecewa.
Penantian masyarakat hanya dibayar dengan keluarnya DR Meigo, Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Lamandau. Saat ditanya terkait keberadaan Bupati, ia hanya mengatakan bahwa pejabat terkait sedang tak berada di tempat. “Beliau dinas keluar,” kata Meigo.
Meski sempat ditawari untuk bertemu Setda di dalam gedung, tetapi masyarakat menolak. “Kami hanya menyerahkan ini saja Pak. Kalau cuma bertemu Setda ya sama saja,” kata Effendi Buhing, koordinator aksi hari itu. Diwakili Buhing masyarakat menyerahkan dokumen yang berisi 6 poin tuntutan masyarakat Kinipan.
Selain meminta Bupati untuk mencabut keputusan tapal batas antara desa Kinipan dengan desa Suja, Tapin Bini, Karang Taba, dan Kecamatan Lamandau yang dianggap tak sesuai dengan ketentuan. Masyarakat juga meminta agar segera diakui sebagai MHA dan diverifikasi pencadangan hutan adat yang telah diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sementara dua poin terakhir juga meminta agar Peraturan Daerah (Perda) Masyarakat Adat Kabupaten Lamandau segera disahkan. Serta, mengevaluasi Ijin Usaha Perkebunan (IUP) PT. SML yang masuk wilayah adat Laman Kinipan.
Buhing juga menegaskan kembali bahwa sampai hari ini mereka tetap menolak keberadaan PT. SML. “Kinipan menolak PT. SML. Akui hak-hak adat kami,” katanya. Ia juga menyampaikan akan melakukan aksi serupa jika permasalahan Kinipan tak juga digubris.
Tidak peduli siapa yang akan menggantikan Hendra Lesmana kelak, mereka sampaikan akan duduki kantor Bupati bila kasus Kinipan tak juga diselesaikan. “Tapi perlu dicatat sampai dengan Pejabat (PJ) nanti, apalagi kalau Hendra yang mudah-mudahan tidak terpilih sampai terpilih, akan kami tutup kantor Bupati Lamandau,” tegas Buhing mewakili suara massa.
Menanggapai aksi yang dilakukan masyarakat Kinipan ini, Direktur Save Our Borneo, M. Habibi mengatakan upaya ini memang sudah seharusnya masyarakat Kinipan lakukan. Terutama terkait MHA, baru Kinipan satu-satunya masyarakat adat yang mengusulkan hal ini di Kabupaten Lamandau. Anehnya, selalu ada saja hambatan sehingga prosesnya tak bisa berjalan.
“Padahal, panitia pengakuan dan perlindungan MHA di sana sudah dibentuk. Dokumen usulan yang disampaikan Kinipan pun semuanya sudah mengikuti ketentuan syarat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat,” kata Habibi.
Namun, sejauh ini tanggapan yang diterima masyarakat adalah koreksi untuk memperbaiki beberapa dokumen. Sehingga, menurut Habibi juga, tidak heran permasalahan Kinipan jadi berlarut-larut. “Selama tidak ada ketegasan dan itikad baik dari pemerintah, maka masyarakat Kinipan akan terus menuntut sampai permasalahannya betul-betul diselesaikan,” katanya. (P. Juliana)