Search
Close this search box.

Digugat Warga Penyang, Akankah PT. HMBP dan Koperasi KSB Mangkir Lagi ?

Save Our Borneo (19/07). Sidang gugatan perdata Hiden, warga Desa Penyang, melawan tergugat PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (PT. HMBP) dan Koperasi Keluarga Sejahtera Bersama (KSB) tengah berlangsung. Namun, kedua tergugat telah mangkir beberapa kali.

Dalam persidangan itu, para pihak tergugat juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan jawaban. Akan tetapi, saat persidangan diketahui jika PH PT. HMBP belum memiliki akun E- Litigasi. Padahal, persidangan selanjutnya akan dilakukan secara online.

Meski telah diberi kesempatan, saat tiba waktu persidangan selanjutnya (29/06) para pihak tergugat justru tidak hadir sama sekali. Mereka tidak hadir tanpa memberikan surat pemberitahuan atau pun alasan. Ketidakhadiran ini tentu sangat merugikan pihak penggugat, tidak hanya rugi waktu dan tenaga tetapi juga terkesan mengulur-ulur proses persidangan.

Terkesan menghina proses peradilan yang sedang berlangsung, Majelis Hakim maupun PH penggugat belum juga diberikan kepastian tentang sudah terdaftar atau tidaknya akun E- Litigasi milik PH sesuai yang diminta pada persidangan sebelumnya. Namun, itikad baik mereka tetap ditunggu.

Bama Adianto, SH selaku anggota tim PH dari penggugat, mengatakan bahwa para tergugat ini sudah dua kali tidak hadir dalam persidangan yang sudah di agendakan Oleh Majlis Hakim. Menurut Dia, keditadakhadiran para tergugat ini  mengulur-ulur waktu persidangan, sehingga merugikan pihaknya selaku penggugat.

“Para tergugat sudah dua kali tidak nadir dalam persidangan yang sudan diagendakan, hal ini membuat sidang jadi tertudan dan merugikan kami dari pihak penggugat” kata Bama kepada Tim SOB.

Oleh karena itu, menurut Bama, apabila pada persidangan yang dijadwalkan pada hari  (19/07) para tergugat dan/atau penasihat hukumnya masih juga tidak hadir, maka dapat ditegaskan bahwa tindakan mereka tersebut dapat dikategorikan sebagai Contempt of Court atau penghinaan terhadap pengadilan. ” apabila pada persidangan hari ini para tergugat masih juga tidak hadir, maka tindakan mereka ini  dapat dikategorikan sebegai bentuk penghinaan terhadap lembaga peradilan” jelas  Bama.

Pada hari Selasa lalu (15/06), sidang pemeriksaan pokok perkara gugatan perdata antara Hiden, warga Desa Penyang, dengan PT. HMBP dan Koperasi KSB pertama kali digelar oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Sampit. Sidang dengan nomor registrasi 9/Pdt.G/2021/PN.Spt ini dimulai dengan pembacaan gugatan oleh Penasehat Hukum (PH) penggugat.

Akibatnya, Hakim meminta pihak PH untuk mendaftarkan akun mereka di Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Barat tempat PH berasal terlebih dahulu. PH tergugat diberi waktu selama 2 minggu, sehingga sidang selanjutnya akan kembali dilakukan pada tanggal 29 Juni 2021 tetap secara tatap muka di PN Sampit.

Mengutip buku Naskah Akademis Penelitian Contempt of Court 2002 terbitan Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI (hal. 7), istilah contempt of court pertama kali ditemukan dalam penjelasan umum UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung butir 4 alinea ke-4 yang berbunyi:

“Selanjutnya untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai Contempt of Court.”

Habibi, salah seorang penggiat Save Our Borneo yang juga anggota dari Koalisi Keadilan Untuk Desa Penyang, menyayangkan sikap dari para tergugat yang beberapa kali tidak hadir pada persidangan di PN Sampit. Menurut dia, sikap dari para tergugat ini merugikan pihak penggugat dan tidak menghormati Majelis Hakim yang sudah menetapkan jadwal sidang.

“sikap para tergugat ini merugikan pihak tergugat dan tidak menghormati hakim yang sudah menjadwalkan sidang. ujar Habibi

Menurut Habibi, ketidakhadiran para tergugat secara berulang ini benar-benar menunjukan tidak adanya itikad baik dan penghormatan kepada pengadilan dan penggugat. “Para tergugat terkesan tidak menaati perintah pengadilan (Disobeying Court Orders) dan menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan (Obstructing Justice)” tambahnya.

Selain itu, bagi Penggugat sendiri, berharap PN Sampit bersikap tegas terhadap tindakan mangkir para tergugat ini. Sebab, Penggugat dan komunitasnya juga sedang dalam posisi berjuang untuk memperoleh hak atas tanah dan wilayah kelola mereka. Proses peradilan yang adil dan terhormatlah yang seharusnya sedang dijalankan saat ini, bukan sebaliknya. (P.Juliana_SOB)

Sebarluaskan :

Recent Post
Donasi Save Our Borneo