Penjelasan saksi ahli Agraria semakin terang menunjukkan hak kepemilikan warga Desa Penyang terhadap tanah leluhur seluas 117 hektar (ha) yang direbut perusahaan PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (PT. HMBP). Kesaksian James Watt dan Dilik pun membantah tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pada hari Senin (18/05), James Watt dan Dilik harus kembali menghadapi persidangan mereka untuk yang kedelapan kalinya. Kedua Pejuang Lingkungan dan Agraria Desa Penyang ini, tampak tenang duduk bersama dengan dua perwakilan Penasehat Hukum (PH) mereka, Fidelis Harefa, SH dan Bama Adiyanto, SH.
Dalam persidangan, PH terdakwa kembali menghadirkan satu orang saksi ahli lagi. Beliau adalah Profesor Dr. Kurnia Warman, SH., M.Hum., seorang ahli hukum agraria dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.
Berdasarkan keahlian saksi, Bama Adiyanto, SH menanyakan keabsahan status kepemilikan tanah. Tidak saja karena warga Penyang memiliki bukti kepemilikan, tetapi juga fakta bahwa mereka adalah masyarakat adat yang turun-temurun tinggal di wilayah tersebut. “Apakah ada kewajiban bagi masyarakat adat untuk mendaftarkan hak kepemilikannya?” tanyanya.
Pernyataan ini kemudian dijelaskan secara terang oleh ahli. “Menurut hukum agraria Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), kewajiban pendaftaran atas tanah itu ada pada pemerintah, bukan pemegang hak,” jelas Prof. Kurnia.
Apalagi, ketika hal tersebut ditujukan kepada masyarakat adat yang telah memiliki tanah secara turun-temurun, bukan berdasarkan pemberian dari Negara. “Tidak ada kewajiban untuk mendaftarkan hal itu, justru Negara yang berkewajiban membantu pendaftaran untuk kepastian hukum dari pemilik tanah,” tegasnya.
Dalam keterangannya, Ia mengatakan luas Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan kepada perusahaan belum tentu sama dengan luas ijin yang diperoleh. Hal ini dikarenakan tanah tersebut bukan milik Negara, sehingga Negara tidak bisa memberikan langsung HGU kepada perusahaan tetapi harus menerbitkan ijin lokasi terlebih dahulu.
Untuk ijin lokasi, pertama, mencocokan lokasi dengan tata ruang. Kedua adalah memperoleh ijin pembebasan tanah dari hak-hak masyarakat adat yang ada di lokasi. “Jika dilakukan dengan baik, proses akan berjalan. Jika tidak, akan timbul sengketa perdata bukan pidana antar perusahaan dengan masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, saksi ahli juga menjelaskan betapa kuatnya status kepemilikan tanah oleh masyarakat adat. “Hak milik itu tidak pernah hapus. Kecuali kalau objeknya punah atau dicabut untuk kepentingan hukum terhadap UU Nomor 20 Tahun 1961 (Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah),” jelasnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, pemeriksaan terhadap James Watt dan Dilik juga dilakukan. Keduanya diberikan kesempatan bersaksi untuk diri mereka sendiri dan satu sama lain.
Dalam kesaksiannya, Dilik tetap pada pernyataan bahwa ia hanyalah orang upahan Almarhum Hermanus. “Hari Minggu itu, Hermanus mengajak saya besoknya memanen di lahan yang sudah diserahkan PT. HMBP kepada kelompok tani Sahai Hapakat,” katanya.
Selain karena status kepemilikan lahan sudah jelas, milik kelompok tani Sahai Hapakat, Dilik juga membantah tuduhan bahwa ia dan Almarhum Hermanus memanen 4,3 ton buah sawit selama kurang lebih tiga puluh menit. “Kami hanya memanen 30 janjang, tidak kurang tidak lebih. Saya berani bersumpah,” jelasnya.
Disamping itu, ia menjelaskan bahwa alat bukti yang ditunjukkan JPU berupa dua egrek, parang, dan arko tidaklah benar milik mereka. Ia ingat betul hari itu hanya menggunakan satu egrek.
Bahkan, terkait tuduhan James Watt menyuruh mereka memanen juga dibantah oleh Dilik. Ia mengaku tidak mengenal James Watt sebelumnya. Almarhum Hermanus tidak pernah mengatakan bahwa tanah tersebut dibagi-bagi oleh James. “Saya tidak melihat Pak James Watt di lapangan saat itu,” katanya.
Begitupun dengan James Watt, ia membantah pernah menyuruh warga Penyang termasuk Almarhum Hermanus dan Dilik memanen di wilayah tersebut. Ia pun tidak pernah berkomunikasi dengan Almarhum Hermanus dan Dilik sebelumnya. Posisi James hanyalah sebagai pendamping warga Penyang dalam penyelesaian masalah lahan sejak bulan September 2019.
James Watt dengan tegas juga menjawab pertanyaan JPU terkait motif dibalik niatnya membantu warga Penyang. Tidak hanya karena memiliki banyak keluarga di sana, tetapi juga karena alasan kemanusiaan. “Saya bersumpah membantu warga Penyang tidak untuk mengejar keuntungan pribadi. Saya membantu dengan sepenuh hati,” katanya.
Meskipun belum sampai kepada kesimpulan akhir terhadap kasus ini, tetapi kebenaran tampak terang benderang. Selanjutnya, James Watt dan Dilik masih harus mendengar pembacaan tuntutan oleh JPU pada hari Rabu (20/05) nanti.
Akhirnya, keputusan tertinggi tetap pada Majelis Hakim. Namun, harapan dapat menghirup udara kebebasan tetap akan dinantikan oleh James Watt dan Dilik. (PNR)