Banjir besar landa Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau. Dampak ekologi akibat deforestasi karena perkebunan kelapa sawit semakin mengancam warganya. Bahkan lebih parah dari tahun 2019 lalu, ketinggian air sampai saat ini telah mencapai lebih dari satu meter.
(9/7/20) Banjir yang melanda Desa Kinipan ini berlangsung sangat cepat. Terbukti hanya dalam waktu semalam hingga pagi tadi diguyur hujan, volume air sungai di desa yang dihuni masyarakat adat Dayak Tomun ini sudah naik setinggi lebih dari satu meter.
Akibatnya, akses jalan di desa ini putus untuk sementara waktu dan beberapa rumah warga juga terendam banjir. “Hujan deras tadi malam sampai pagi dan ditambah kondisi hutan yang sudah gundul, sehingga tidak ada lagi penyangga makanya sungai-sungai ini meluap,” cerita Wilem Hengki, kepala Desa Kinipan kepada tim Save Our Borneo (SOB) melalui pesan teks.
“Kinipan tidak pernah banjir seperti ini sebelumnya. Hal ini baru kali ini saja terjadi,” ceritanya lagi “Saya tidak tahu apakah ini dampak deforestasi atau apa, tetapi nyatanya saat ini terjadi banjir yang luar biasa belum pernah terjadi sepanjang sejarah Kinipan,” katanya.
Jika menengok kebelakang, pada tahun 2019 lalu Kinipan juga sempat dilanda banjir. Masyarakat menganggap banjir itulah yang terparah saat itu. Namun, setelah melihat apa yang terjadi hari ini, banjir yang terjadi justru lebih parah.
Tidak hanya karena ketinggian air yang meningkat cepat, sebab biasanya banjir hanya sampai pada pinggiran sungai saja, tetapi kali ini air meluap sampai daerah pemukiman warga. “Kalau tadi pagi setengah meter, sekarang sudah satu meter lebih ketinggiannya,” kata Wilem kepada tim Sob siang tadi.
Menurut Wilem juga, sampai saat ini belum ada bantuan dari pemerintah daerah, selain dari pemerintah Desa Kinipan sendiri. “Bantuan ke warga sejauh ini dari inisiatif kita saja, pemerintah desa Kinipan,” tegasnya. “Bantuan itu berupa makanan dan gotong royong mengevakuasi warga yang terdampak.”
Menanggapi kejadian ini, Safrudin, pegiat lingkungan dan Direktur SOB menilai banjir di Kinipan adalah akibat dari laju aktivitas deforestasi dan alih fungsi hutan di sekitar wilayah ini yang sangat masif. “Ijin-ijin yang diberikan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), Logging (HPH), PBS Sawit ataupun Tambang secara langsung telah meningkatkan laju deforestasi yang mengakibatkan daya dukung lingkungan dibeberapa wilayah Kabupaten Lamandau menurun secara drastis,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa banjir bisa saja akan terus terjadi, bahkan intensitasnya akan semakin lebih sering dan meluas apabila pengerusakan hutan secara masif masih terus dilakukan tanpa ada kontrol dari Pemerintah. “Karena ini akan terus berdampingan. Kalau laju deforestasi semakin masif maka bencana juga akan menjadi semakin masif,” katanya.
Karenanya, Safrudin berharap agar semua masyarakat terutama para penentu kebijakan dapat mulai lebih peduli terhadap lingkungan “Dari kejadian ini semoga mereka semua bisa berpikir bahwa jasa lingkungan ini luar biasa besar peranannya, sehingga pemerintah mau mendukung upaya-upaya yang dilakukan masyarakat dalam melindungi hutan dan wilayahnya dari kerusakan dan eksploitasi yang berlebihan,” katanya.
Begitupun dengan Wilem, ia berharap sangat besar agar pemerintah dan pemangku kebijakan Negeri ini dapat meminimalisir dampak ekologi yang terjadi, seperti di Kinipan. “Harapannya mereka memperhatikan alam dan lingkungan,” tutupnya. PNR_SOB