Masyarakat Adat Kinipan menggugat Bupati Kabupaten Lamandau karena dianggap tak kunjung memberikan pengakuan atas keberadaan mereka sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang eksis. Gugatan ini mereka sampaikan melalui Koalisi Keadilan untuk Kinipan ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Palangka Raya guna mendesak Bupati membentuk Panitia Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Kabupaten Lamandau.
(05/01/21) Melalui Koalisi Keadilan untuk Kinipan, gugatan Masyarakat Adat Kinipan ini dilayangkan kemarin (04/01/21) ke PTUN Palangka Raya. Dalam gugatan ini Masyarakat Adat Kinipan mendesak Bupati Lamandau untuk menaati Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Sehari setelah pendaftaran gugatan, hari ini, secara tatap muka langsung dan pertemuan online, pihak Koalisi mengadakan konferensi pers yang terbuka tidak hanya bagi awak media tetapi juga umum. Aryo Nugroho, sebagai salah satu Penasehat Hukum (PH) menyampaikan latar belakang kenapa Masyarakat Adat Kinipan menggugat Bupati Lamandau.
Aryo menerangkan bahwa sebelumnya masyarakat telah menyampaikan surat permohonan kepada Bupati Lamandau perihal pemberian pengakuan sebagai Masyarakat Adat kepada Masyarakat Kinipan pada 4 Desember 2020 lalu. Namun, tidak ada tanggapan ataupun tindakan baik dari Pemerintah Daerah maupun Bupati.
“Sesuai dengan mekanisme hukum yang ada, jika 10 hari setelah permohonan pejabat berwenang tidak memberikan tanggapan maupun Tindakan atas permohonan tersebut, maka pemohon bisa meminta penetapan ke Pengadilan,” kata Aryo. Ia juga menambahkan bahwa saat ini masyarakat sedang menanti kapan jadwal persidangan akan dilaksanakan.
Mendukung pernyataan rekannya, Parlin B. Hutabarat selaku PH juga menyampaikan bahwa pihak Koalisi dan Masyarakat Kinipan telah mempersiapkan langkah-langkah strategis terkait apapun hasil yang akan mereka terima nantinya. Terutama, pihaknya ingin mendesak Bupati Lamandau agar segera bertindak membentuk Panitia Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Lamandau.
“Kalau dikabulkan artinya tahapan-tahapan untuk memberikan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang sesuai Permendagri No 52 Tahun 2014 itu harus segera dilakukan Bupati. Sebaliknya, kalau ditolak kita akan lakukan uji materi terkait Permendagri No 52 Tahun 2014 ini, karena artinya telah dijadikan alat saja untuk menyandera Masyarakat Adat,” kata Parlin.
Selain itu, Direktur Save Our Borneo, Safrudin, sebagai anggota Koalisi juga mengungkapkan bahwa upaya ini adalah bentuk ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah daerahnya. “Masalahnya sampai hari ini tidak ada tindakan dari Bupati Lamandau untuk memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap eksistensi masyarakat hukum adat disana sehingga Bupati ini dinilai abai dan mengecewakan masyarakat, pengakuan yang tak kunjung diberikan oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemda Lamandau itu menjadi kendala bagi masyarakat Adat Laman Kinipan untuk mendapatkan Penegakuan Pengelolaan Hutan Adat yang menjadi kewenangan Pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sementara kegiatan Deforestasi di wilayah Adat Laman Kinipan terus dilakukan oleh perusahaan sawit disana ” katanya.
Ferdi, Ketua Badan Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, juga menambahkan bahwa salah satu harapan terbesar dari gugatan ini adalah akan adanya pengakuan untuk Masyarakat Adat, tidak hanya di Kinipan tetapi seluruh Masyarakat Adat yang ada di Lamandau. “Harapannya kertika Panitia Pengakuan Masyarakat Adat itu terbentuk di Lamandau, seluruh Masyarakat Adat bisa diakui keberadaannya,” katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Walhi Kalimantan Tengah. “Kita berharap gugatan ini sebagai langkah stategis yang bisa didorong bersama dan memicu Masyarakat Adat lainnya untuk memperjuangkan pengakuan mereka,”tutup Dimas. (PIN_508)
Tonton juga : The hope of the Kinipan Indigenous Forest Guardians