Oleh : Sandi Kurniawan
Ia tak tamat sekolah dasar. Tapi ia punya banyak keterampilan. Bertukang, menjadi sopir, motoris perahu, hingga menanam pohon. Memasak di dapur pun bisa ia jalani. Karena keterampilan itu, apa saja bisa ia kerjakan di camp konservasi Jerumbun, yang dikelola FNPF (Friends of the National Park Foundation). Dialah Hendri (48) staf FNPF.
Sebelum sampai ke Jerumbun, di tepi Sungai Sekonyer, Kabupaten Kotawaringin Barat, Amang Hendri begitu ia biasa disapa, telah melewati jalur berliku dalam hidupnya. Ia dulunya seorang penambang emas ilegal. Ia wira-wiri di sejumlah lokasi tambang. Terakhir ia menambang di Jerumbun, lokasi konservasi FNPF saat ini.
Hendri mulai ikut kerja tambang sejak kelas lima SD di Seruyan, Kalimantan Tengah. Awalnya, ia kerja di musim libur sekolah karena keluarganya serba kekurangan. Keasyikan kerja, akhirnya ia tinggalkan sekolah.
“Salah satu lokasi tambang emas saya di Seruyan, itu di daerah Danau Rasau, Tanjung Batu,” tuturnya, Rabu (21/2/2024).
Ia mengaku hasil tambang bisa sangat menggiurkan. Bila beruntung, menambang emas bisa membuat orang kaya mendadak. Namun, katanya lagi, jika tidak beruntung, malah tidak dapat sama sekali.
“Bahkan bisa merugi!”
Jadi ada unsur ‘taruhannya’ juga. Belum lagi, setiap berangkat, tak sedikit biaya logistik yang harus dipenuhi di lokasi tambang. Risiko pekerja tambang memang besar. Apalagi, ini tambang ilegal.
Hendri punya pengalaman personal yang menyedihkan. Itu terjadi saat ia menghadapi kematian anaknya. Saat itu, Hendri memboyong istri dan anaknya ke lokasi kerja. Anaknya yang masih bayi, ia ajak tinggal di pemondokan pertambangan yang seadanya.
“Dia (anaknya) tidak (terlihat) sakit. (Seperti) tidak ada kendala-kendala. Cuma satu hari satu malam menangis,” ujar Hendri menjelaskan kondisi anaknya saat itu.
Karena akses yang jauh dari puskesmas, di hutan, membuat Hendri bersama Istri tidak bisa memeriksakan anaknya. Anaknya meninggal saat Hendri tengah bekerja. Saat itu Hendri mendapat kabar, anaknya sakit. Ia bergegas pulang.
“Belum sampai rumah, anak saya sudah meninggal,” kenang Hendri.
Akhirnya, pada 2011 Hendri memutuskan untuk bergabung dengan FNPF. Ia rela meninggalkan aduan nasib dengan potensi keuntungan besar di tambang. Menurut dia, bekerja di FNPF membuat kehidupannya menjadi normal, dengan pendapatan yang rutin, meski tak banyak.
Pertama kali gabung FNFP, ia ditugaskan di Suaka Margasatwa (SM) Lamandau, Pantai Lunci, Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah. Selama empat tahun ia di sana. FNPF bekerja menanam dan merawat tanaman di lokasi hutan SM Lamandau yang terdegradasi.
Selanjutnya Hendri dipindahtugaskan ke lokasi restorasi FNPF lainnya. Hingga akhirnya ia ditugaskan di Jerumbun sampai sekarang.
Samsu (39), Manajer FNPF, mengatakan, bukan hanya cekatan bekerja, Hendri juga banyak ide, dan kreatif. “Banyak yang digawi sidin,” ujar dia.
Hendri biasa memulai pekerjaannya sejak matahari muncul di ufuk timur, hingga matahari terbenam. Bahkan di waktu malam pun ia masih bekerja. Seperti pada Rabu (12/2/2024) pagi, sekitar pukul 05:30, Hendri sudah mondar-mandir. Ia memastikan air terisi, genset penyala untuk kegiatan. Ia lalu membantu pekerjaaan di dapur.
Hendri memang biasa bertanggung jawab untuk masalah kelistrikan, ikut mengurus bibit persemaian, menanam pohon, hingga memperbaiki mesin rusak. Hendri menceritakan senang bisa memberikan manfaat bagi orang lain, juga bagi vegetasi dan satwa di hutan.
Beranjak siang, ia juga ikut melayani peserta workshop jurnalisme yang hari itu menjalani praktik liputan lapangan.
Jumat (23/2/2024), usai menemani kegiatan penanaman di pagi hari, Hendri sudah siap di atas traktor empat roda yang biasa ia kemudikan itu. Tapi kali ini, traktor itu bukan untuk mengangkut hasil panen buah-sayur atau mengangkut bibit seperti biasanya.
Ia menggunakan jonder untuk mengangkut barang-barang peserta workshop dan sebagian pesertanya ke dermaga. Ia menjalaninya dengan gembira. Ia menebar banyak senyum, bercanda dan berfoto-foto dengan peserta. Di hari terakhir workshop itu, layaknya turis, peserta akan berkunjung ke feeding station orangutan di Tanjung Harapan, menggunakan kelotok (perahu) wisata.
Hendri hanya mengantar sampai dermaga dengan bahagia. Bersama Lana dan Devin, ia tersenyum melambaikan tangan pada peserta saat kelotok wisata bertolak.