Oleh Gusti Muhammad Rivqy
Samsu atau yang biasa disapa Isam, penduduk asli Desa Sungai Sekonyer, Kecamatan Kumai ingat betul todongan moncong senjata di mulutnya. Kejadian 23 tahun yang lalu itu banyak mengubah hidupnya yang bermula dari perusak lingkungan menjadi penjaga hutan.
“Kejadian yang sangat dramatis,” ucapnya. Kejadian itu bermula saat Isam bersama 4 orang rekannya yang berada di pondok kecil di dalam hutan mendapat info mengenai razia besar- besaran. Di saat yang sama, di salah satu lokasi, keluarga mereka sedang melakukan pembalakan liar.
Isam dan kawan-kawannya memutuskan untuk mendatangi keluarga yang sedang melakukan pembalakan liar untuk menginfokan bahwa akan ada razia besar-besaran. Sesampainya di lokasi mereka menginformasikan hal tersebut, dan menyarankan untuk stop bekerja dan balik ke rumah. Sehingga, mereka memutuskan untuk pulang saat itu.
Keesokannya, Isam dan rekanya kembali masuk ke dalam hutan yang menjadi lokasi pembalakan liar. Hal yang tidak terduga terjadi, ternyata tempat tersebut sudah dipenuhi aparat polisi dan juga TNI.
Isam dan rekanya didatangi oleh pihak polisi dan kemudian diinterogasi. Mereka diinterogasi secara terpisah. Awalnya, interogasi berjalan baik-baik saja hingga berubah mencekam. Polisi itu bertanya, “di mana peralatan kerja kamu?” kata Isam mengulang pertanyaan polisi.
“Peralatan sudah saya bawa pulang, Pak…” jawab Isam sambil bergetar. Isam berbohong. Sebenarnya peralatan tersebut ia sembunyikan masih di sekitaran hutan.
Polisi yang mendengar ucapan tersebut memerintahkan Isam untuk membuka mulut. “Buka mulut mu,” dengan nada tinggi begitu ucap polisi, ingat Isam.
Moncong senjata laras panjang ditodong dan dimasukkan ke dalam mulutnya. “Badan gemetar, merasa sangat takut, pikiran tidak karuan,” cerita Isam.
Isam mengaku dan akhirnya memberi tahu tempat lokasi peralatan kerja yang ia sembunyikan. Semua barang dan peralatan seperti minyak solar, gergaji mesin, dan lain-lain disita oleh aparat. Setelah penyitaan, Isam dan rekan yang sempat diinterogasi dipersilahkan pulang. “Karena razia yang dilakukan hanya berupa penyitaan dan bukan untuk penangkapan,” jelas Isam mengulang penjelasan yang ia dapatkan dari petugas saat itu.
Itulah titik balik Isam yang dulu adalah seorang pekerja pembalak liar dan kemudian mengabdikan dirinya untuk menjaga alam, khususnya hutan Jerumbun.
Jerumbun adalah istilah yang dulunya digunakan untuk lahan pertanian oleh para keturunan raja, yang sampai dengan saat ini nama tersebut masih digunakan sebagai wilayah hutan konservasi Jerumbun. Jerumbun berada di Desa Sekonyer, Kecamatan Kumai.
Mulai dari kejadian moncong senjata itu, ia kemudian ingin mencoba sesuatu yang baru. Hal itu dimulai dari sang ayah yang sedang berkebun di lahan seluas 4 hektar lahan yang ditanami pohon mengkudu. Sang ayah mendapatkan tawaran bergabung dan bekerja bersama FNPF, karena sang ayah merasa sudah berumur maka sang ayah menghubungi Isam dan menawarkan tawaran yang diberikan FNPF kepadanya.
Isam bergabung bersama FNPF tanggal 12 Agustus 2004, FNPF (Friends of the national parks Foundation) yaitu yayasan yang didirikan pada awal tahun 1997 berfokus pada lingkungan pusat edukasi dan satwa.
Dengan bergabungnya bersama FNPF, Isam mengubah perspektifnya mengenai uang. Ia memilih mengabdikan diri untuk membangun kawasan konservasi Jerumbun.
Selain menjadi pekerja Isam (40) juga seorang suami yang memiliki 2 anak, dan ia hanya berpendidikan akhir sekolah dasar. Saat ditanya alasan memilih bekerja untuk membangun kawasan konservasi jerumbun dengan gaji yang dulunya hanya sebesar Rp 450.000 di tahun 2004, jauh berbeda saat ia masih bekerja sebagai pembalak liar yang penghasilannya mencapai 2 juta rupiah per bulan. “Ini tidak hanya berbicara masalah materi tapi juga masalah moral,” ucapnya.
Saat ini Isam memiliki kesibukan sehari-hari menanam bibit pohon untuk kawasan konservasi, yang bahkan tidak hanya dilakukan untuk kawasan hutan konservasi Jerumbun. Tetapi juga di kawasan hutan konservasi – konservasi lainnya seperti Natai Kapuk, Natai Tengah, Munit, Beruhum, Tanjung Beruang, dan Bekapas , yang menurutnya sekitar 3 – 4 jutaan pohon yang sudah ia tanam sejak dari tahun 2005 sampai dengan saat ini [2024].
Kini Isam merasa senang dan bangga dengan apa yang ia kerjakan. Ia merasa dapat berkontribusi secara langsung terhadap kelestarian hutan.
Isam memiliki harapan kedepan untuk kawasan konservasi Jerumbun menjadi lebih dikenal, baik di tingkat nasional maupun tingkat internasional. Ia juga berharap untuk muda mudi lokal bisa meneruskan pelestarian hutan dan memiliki kepedulian terhadap alam di sekitarnya.