Saveourborneo [31/10/13]. Ratusan warga Nanga Bulik kembali mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Lamandau, Rabu (30/10). Kedatangan mereka untuk menagih janji para wakil rakyat yang akan memperjuangkan hak mereka untuk menuntut pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit memberikan 20% plasma dari total yang diusahakan kepada masyarakat.
Kedatangan warga ini menyanyakan sejauh mana kerja Panitia Khusus (Pansus) DPRD untuk merealisasikan tuntutan warga itu. Warga menyebut tuntutan mereka itu bukan tanpa alasan, karena sudah diatur dalam Permentan No 26 Tahun 2007 dan Perda Provinsi Kalteng No 5 Tahun 2011 tentang Pembangunan Kebun Masyarakat.
Anggota Pansus DPRD Lamandau, Gujaliansyah mengatakan jika pansus sudah bekerja sesuai program kerja yang telah disusun. Tim Pansus awalnya melakukan konfirmasi dan konsultasi ke Kementerian Pertanian menyangkut pasal yang berhubungan dengan tuntutan warga.
Mengutif penjelasan Biro Hukum Kementan saat itu, menurut Gujaliansyah tuntutan 20% kebun plasma itu berada di luar hak guna usaha (HGU). Bahkan saat ini sudah ada peraturan yang merevisi peraturan sebelumnya.
Pansus DPRD juga melakukan koordinasi dengan gubernur Kalteng sehubungan dengan Perda Nomor 5 Tahun 2011 tentang Izin Usaha Perkebunan Berkelanjutan sebagai tindaklanjut dari Permentan. Hasilnya memang semua PBS harus melaksankan 20% itu, tapi di luar HGU dengan tenggang waktu paling lambat dua tahun setelah Perda itu disahkan harus direalisasikan. Artinya pada 31 Desember 2013, semua perusahaan perkebunan harus merealisasikan Permentan dan Perda itu.
Pansus kembali melakukan rapat dengar pendapat dengan beberapa perusahaan. Dari 24 perusahaan yang beroperasi di Lamandau untuk mengkonfrontir data yang mereka peroleh. Dari 24 itu baru empat perusahaan yang mau hadir rapat.
Kapiudin, perwakilan warga mengaku puas dengan kerja Pansus DPRD. Namun hasilnya belum memuaskan, karena tuntutan warga, terutama atas hak warga yang menjadi kewajiban perusahaan sesuai Permentan yang semetinya sudah direalisasikan sejak 2007, namun hingga kini belum terealisasi. [Sumber Borneonews 31.10.2013]