Search
Close this search box.

Perjalananan : SOB Datang ke Kampung

Mendorong Kesadaran Masyarakat untuk Melestarikan Alam

Saveourborneo kembali menyelengarakan kegiatan bersama masyarakat dan melibatkan berbagai organisasi lain dalam upaya membangun kesadaran dan kampanye melawan perusakan alam / hutan. Kegiatan ini dinamakan Festival Kampoeng, dimana kegiatan ini dimaksudkan untuk lebih memperluas kesadaran berbagai pihak  terhadap pentingnya hutan tropis untuk kehidupan manusia.

Rombongan SOB dan tim relawan pendukung dari Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam mulai berangkat menuju perbatasan Kalteng-Kalbar tepatnya menuju desa Sekombulan / Kubung pada jam 8 malam, tanggal 13 Agustus 2015.  Disela perjalanan, rombongan sedikit di hadang oleh kabut asap karena adanya pembakaran lahan yang entah dimana focus apinya, tidak kelihatan.

Sebanyak 22 personil dari SOB dan organisasi pecinta alam pendukungnya baru tiba di Kubung/Sekombulan setelah menempuh dengan menggunakan mobil  selama 14 jam [tiba sekitar jam 10 pagi tanggal 14 Agustus 2015].  Suatu perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan.  Ironisnya tidak ada “second driver” sehingga driver sangat kelelahan sesampainya di kampung.

Beruntungnya, meskipun sangat lelah, tetapi semuanya terobati ketika melihat kenyataan bahwa di kampong Kubung dan Sekombulan yang didatangi adalah sebuah kampong yang sangat indah, dengan hutan alam yang masih asri dan masyarakat yang sangat ramah menyambut kedatangan tamu.  Tentu saja tidak lupa suguhan khas dayak Tomun dari masyarakat kampong berupa tuak,  yang disajikan sebagai minuman penyambutan.  Suasana di kampong cukup ramai dan hiruk pikuk, karena masyarakat saat ini sedang musim membuka ladang untuk bertanam padi.

Tanpa membuang waktu lama, SOB langsung membicarakan berbagai rencana kegiatan yang akan dilaksanakan bersama masyarakat.  Meskipun berbagai rencana ini telah dibicarakan dan koordinasi sebelumnya  ketika perencanaan oleh tim survey SOB dan tokoh kampong serta kelapa kampong, tetapi masih perlu dilakukan pemantapan rencana lagi dan menyesuaikan dengan kondisi terakhir.
Berdasarkan pertemuan dan rapat kordinasi yang dilakukan pada malam harinya, maka disepakati kegiatan yang akan dilaksanakan dalam Festival Kampung antara lain adalah beberapa lomba tradisional yang dilakukan untuk memberikan pembelajaran tata cara pengelolaan alam yang berkelanjutan dan ramah lingkungan  : Majantak, Balantingk, Mendaki Bukit Sebayan  dan lain-lain.

Majantak  suatu aktivitas masyarakat setempat dalam proses pemungutan hasil hutan, misalnya madu, buah hutan dan bunga-bunga yang berada di pohon besar yang tidak dapat dipetik dengan memanjat pohon tersebut secara konvensional.   Oleh karena tidak mungkin untuk dipetik/diambil secara konvensional apalagi sangat tidak diperbolehkan menebang pohonya atau dahanya, maka orang local memetiknya / mengambilnya dengan cara majantak  yaitu membuat jalur panjat dengan alat bantu berupa pasak kayu yang ditancapkan ke pohon induk dan menjalinya dengan beberapa bilah kayu kecil atau bamboo sebagai “rel” untuk menaiki pohon sangat besar dan tinggi yang diatasnya ada madu atau buah atau ada bunga yang hendak diambil.

Dengan cara majantak,  pohon induk tidak rusak dan tidak mati, pohon lainya disekitar pohon induk tidak terganggu, dan proses pemetikan menjadi aman dan cepat dengan hasil yang bagus.

Kegiatan lainnya adalah Balantingk  merupakan tradisi mengarung sungai dengan rakit bamboo [bamboo rafting], dimana hal ini dilakukan dahulunya oleh masyarakat untuk menempuh perjalanan ke hilir menuju ibukota kecamatan atau kabupaten sambil membawa hasil alam untuk dijual seperti damar, buah, madu, dll. 

Sebenarnya perjanalan balantingk  pada awalnya dilakukan berhari-hari bahkan bisa mencapai sebulan untuk mencapai ibukota kabupaten, sebelum jalan darat dibangun.  Karena kebutuhan balantingk  ini dengan menggunakan bahan penting berupa bamboo, maka masyarakat sangat menghargai alam termasuk juga bamboo yang dianggap merupakan salah satu tumbuhan yang paling banyak manfaatnya untuk menunjang kehidupan sejak dahulu sampai sekarang.  Sampai saat sekarang terbukti dimana-mana saja di seluruh wilayah desa selalu terdapat tanaman bamboo.  Bahkan bamboo juga dimakan rebungk  nya untuk sayuran.   Rebungk  adalah tunas muda bamboo tersebut.

Untuk mengenali lebih dalam mengenai alam diwilayah Sekombulan dan Kudangan, maka tim SOB bersama relawan pendukungnya juga melakukan upaya pendakian Gunung Sebayan.  Gunung Sebayan, menurut kepercayaan masyarakat Dayak Tomun di Kecamatan Delang adalah merupakan tempat bersemayamnya para arwah leluhur.  Dan Sebayan artinya adalah surga.  Dipuncak gunung sebayan tidak boleh menyalahan api untuk camping. Disamping itu juga tidak boleh menebang pohon besar dan tidak boleh berbicaraa tidak sopan.

Pendakian ke puncak gunung sebayan ditemani oleh 2 orang pemandu dan mantir adat  sebagai penunjuk jalan dan pembimbing spiritual, untuk menghidari hal-hal yang bisa menyebabkan kesalahan dan kerusakan, maka mantir adat  selalu memberikan bimbingan cara-cara yang ramah lingkungan dan sesuai dengan adat setempat dalam bertindak.

Perjalanan mencapai puncak sebayan dengan jumlah tim sebanyak 18 orang memakan waktu 9 jam; dimana perjalanan dimulai jam 10 pagi pada tanggal 16 Agustus 2015] dan tiba di puncak Gunung Sebayan pada jam 7 malam.  Keesokan harinya, tim berangkat menuruni Sebayan dari jam 10 pagi [17/08/2015] dan tiba di titik awal [dekat kampong] pada jam 17.00 sore hari.

Pembelajaran yang didapat dari pendakian ini adalah bahwa masyarakat setempat mempunyai nilai dan cara tersendiri dalam melindungi alamnya, baik itu dibuat sebagai aturan tak tertulis dan disampaikan tururn termurun, ataupun juag dengan tindakan langsung.  Sedangkan manfaat yang bisa diambil oleh tim adalah dari pembelajaran tersebut, maka akan terus di sebar luaskan bahwa alam dan hutan harus terus dan tetap dijaga, dilestarikan dan dimanfaatkan hanya sesuai kebutuhan dan tidak berlebih-lebihan [tidak exploitative].

Selain daripada kegiatan yang dilakukan, tim SOB dan kawan-kawan NGOs lainnya serta para relawan sempat mengibarkan banner ukuran 6 x 10 meter ditepi jalan dan terus dipasang disana untuk peringatan dan alat kampanye.

Banner bertuliskan : Hutan, Lahan dan Tanah untuk Rakyat, bukan untuk “rayap”…Jaga, pelihara dan kelola secara lestari.

Sebagai informasi bahwa wilayah sekitar kecamatan Delang, khusunya Desa Kubung dan Sekombulan merupakan wilayah yang hutanya masih lestari, hanya dimanfaatkan untuk berladang dan menanam tumbuhan secara tradisional saja.   Hutan alamnya masih sangat rapat dan dimanfaatkan secara terbatas serta dijaga dengan sangat penuh kesadaran oleh masyarakat Dayak Tomun disana.

Sebagian masyarakat menyarankan kepada SOB untuk dapat terus menemani mereka disana, mendirikan home stay dan pusat informasi.   Sebagian lainya meminta untuk dibantu untuk membangun perpustaaakn desa dengan bantuan berbagai buku bacaan untuk menambah pengetahuan dan kapsitas masyarakat, terutama anak-anak dan perempuan.

Sebarluaskan :

Recent Post
Donasi Save Our Borneo