Search
Close this search box.

JPU Tidak Membantah Eksespi Pejuang Agraria Dan Lingkungan Desa Penyang

Sidang ketiga perkara pidana tiga Pejuang Agraria dan Lingkungan desa Penyang dari Polres Kotim (20/04/2020) doc. Save Our Borneo

Sidang perkara pidana Pejuang Agraria dan Lingkungan Desa Penyang kembali digelar di Pegadilan Negeri Sampit, Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah. Tidak bisa membantah eksepsi terdakwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) beralasan hal tersebut telah masuk dalam pokok perkara. 

Pada hari Senin (20/04) ini, sidang ketiga untuk Pejuang Agraria dan Lingkungan Desa Penyang atas nama James Watt, Dilik, dan Hermanus kembali digelar. Adapun agendanya adalah mendengarkan tanggapan JPU terhadap eksepsi Penasihat Hukum (PH) terdakwa pada Senin lalu (13/04).
Dalam eksepsinya minggu lalu, tim PH terdakwa menganggap surat dakwaan pertama JPU tidak cermat dan tidak jelas. Sebab, JPU tidak menguraikan keabsahan kepemilikan PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) atas Tandan Buah Segar (TBS) kepala sawit seberat 4,33 ton.
Namun, dalam tanggapannya hari ini JPU beralasan bahwa tidak relevan bagi mereka untuk menanggapi eksepsi tersebut. Karena hal tersebut sudah masuk dalam pokok perkara.
Menanggapi hal itu, penasihat hukum ketiga terdakwa memandang JPU tidak menguasai betul apa yang menjadi akar permasalahan pada kasus ini. Sehingga, pernyataan JPU seharusnya dapat menjadi bahan pertimbangan di persidangan.
“Karena JPU tidak mau membantah materi eksepsi dari tim PH mengenai keabsahan kepemilikan lahan PT.HMBP, maka hal ini harus menjadi pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan eksepsi dari PH atas nama terdakwa, “ kata Bama Adiyanto, SH selaku perwakilan tim anggota PH terdakwa yang mengikuti sidang dari Polres Kotim.
Sebab, keabsahan kepemilikan PT. HMBP terhadap jumlah TBS yang dituduhkan terdengar mengada-ada. Sehingga, Koalisi Keadilan untuk Pejuang Agraria dan Lingkungan Desa Penyang pun sepakat dengan pernyataan para PH terkait hal ini.
Parlin Bayu Hutabarat, SH., MH yang adalah anggota koalisi dan juga penasihat hukum terdakwa juga menambahkan bahwa selain tidak memahami konflik, dakwaan JPU juga terdengar kabur. “Tanggapan JPU yang alakadarnya menunjukkan bahwa dakwaan JPU ini kabur dan harus dibatalkan,” katanya.
Karenanya, Parlin berharap agar Majelis Hakim mengabulkan eksepsi dengan pertimbangan yang adil untuk para terdakwa khususnya dan warga desa Penyang umumnya. Harapannya ini juga sekaligus menjadi harapan seluruh anggota yang tergabung dalam koalisi, karena kasus ini terkesan dipaksakan.
Apalagi, jika hal tersebut tidak dibuktikan maka tidak ada dasar PT. HMBP untuk mengklaim TBS seberat 4,33 ton itu sebagai miliknya. Sebab, klaim seperti ini juga bisa dilakukan oleh siapa saja dengan tuduhan pencurian atas suatu barang yang belum tentu miliknya.
Koalisi juga mengetahui bahwa persoalan ini sebenarnya merupakan konflik lahan yang belum terselesaikan sejak puluhan tahun silam. Sehingga, tidak salah apabila warga menuntut pengembalian lahan mereka yang berada di luar Hak Guna Usaha (HGU) PT. HMBP seluas 117 hektar tersebut.
Sebelumnya, PT. HMBP melalui M. Wahyu Bima Dhakta selaku Manager Legal dan M. Arif Hidayat NST selaku Supervisor Legal perusahaan pernah membuat pernyataan berisi penyerahkan/memitrakan lahan kepada warga Penyang. Hal ini  disaksikan oleh Kepala Desa Penyang, Anggota DPRD Kotim, Kasat Intel Polres Kotim, dan General Maneger PT. HMBP.
Namun, sampai saat ini lahan tersebut belum juga diserahkan dan masih dikuasai oleh PT. HMBP. Sehingga, pernyataan penyerahan itu dapat dianggap sebagai upaya untuk membohongi warga desa penyang.
Tidak hanya itu, pernyataan tersebut juga terlihat sebagai upaya untuk menjebak dan mengkriminalisasi warga. Terbukti dengan ditangkapnya Dilik dan Hermanus oleh satpam PT. HMBP bersama oknum anggota Brimob Polda Kalteng, yang kemudian dilaporkan ke Polda Kalteng.
Manambahkan hal di atas, Dimas N. Hartono, Direktur WALHI Kalteng yang juga tergabung dalam koalisi mengganggap bahwa fakta-fakta di lapangan belum tuntas diungkapkan oleh JPU terkait kasus ini. “Pihak JPU tidak mengungkapkan fakta lapangan bahwa lahan perusahaan yang saat ini bersengketa dengan warga Desa Penyang merupakan lahan yang diklaim sepihak oleh PT. HMBP dan diluar HGU serta ijin yang diberikan,” katanya.
Pada akhirnya, kami yang tergabung dalam Koalisi Keadilan untuk Pejuang Agraria dan Lingkungan Desa Penyang masih terus berharap agar Majelis Hakim dapat mengabulkan eksepsi Tim Penasihat Hukum dan membebaskan para terdakwa. Demikian Siaran Pers ini kami sampaikan atas nama keadilan dan kemanusian.
1. Save Our Borneo
2. WALHI Kalimantan Tengah
3. JPIC Kalimantan
4. Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Tengah
5. LBH Palangka Raya
6. LBH Genta Keadilan
7. Progress Kalimatan Tengah
8. Elspa
9. Solidaritas Perempuan Mamut Menteng
10. Lembaga Studi Dayak – 21
11. Retina Institut
12. Serikat Perempuan Indonesia/Seruni Cab.Palangka Raya
13. Serikat Pekerja Sawit Indonesia/Sepasi
14. JARI Kalimantan Tengah
15. Individu
16. Lembaga Dayak Panarung
17. Dewan Perwakilan Mahasiswa – Universitas Palangka Raya
18. Comodo Mapala FEB UPR
19. Mapala Adiwiyata FISIP UPR
20. Mapala Anak Tingang FMIPA – Universitas Palangka Raya
21. BKC GMNI Cabang Palangka Raya
22. Pimpinan Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia Kotawaringin Timur (PC KMHDI KOTIM)
1. Eknas WALHI
2. Green Peace Indonesia
3. Sawit Watch
4. Kontras
5. ELSAM
6. Institute for National and Democracy Studies/INDIES
7. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia/YLBHI
8. Aliansi Reforma Agraria/AGRA
9. Serikat Perempuan Indonesia/SERUNI
10. Pemuda Baru Indonesia/PEMBARU

Sebarluaskan :

Recent Post
Donasi Save Our Borneo