sumber : Yayasan Pusaka
Tanggal 28 oktober 2014, sekitar 120 warga Desa Pulau Kaladan, Lamunti dan Tran Lamunti A1, Kecamatan Mantangai,Kabupaten Kapuas- Kalteng, melakukan aksi blockade, dengan cara ritual adat hinting pali di lokasi perusahaan sawit PT Graha Inti Jaya. Akibatnya, aktivitas perusahaan lumpuh.
Aksi tersebut dilakukan warga untuk menuntut ganti rugi lahan seluas 500 ha yang telah di tanami perusahaan. “ Aksi berlangsung damai karena saya sendiri waktu itu yang memimpin upacara adat hinting pali”. Demikian kata Damang Mantangai, Kaut (55) kepada Pusaka , Sabtu (13/12/2014) di kediamannya. Menurutnya, aksi terus berlangsung hingga malam, warga pun bergiliran berjaga-jaga di lokasi tanpa berbuat anarkis.
Hingga tanggal 31 oktober, hinting pali masih terpasang, upaya negosiasi antara perusahaan dan warga tidak membuahkan hasil, seiring dengan itu, pihak aparat kepolisian jumlahnya semakin bertambah, yakni 200 personil Brimob bersenjata lengkap menggunakan dua mobil truk dan satu pick up mengepung lokasi.
“ Jam satu malam saya di telpon polisi, bilangnya mereka mau menangkap warga, namun saya bilang jangan dulu biar saya yang urus. Tapi Polisi tetap memaksa, saya di jemput malam itu juga untuk turun ke lokasi”. Lanjut Damang.
Upaya pihak kepolisian dan perusahaan untuk membuka hinting pali dan portal terus dilakukan. Namun warga menyatakan tidak akan membuka hinting pali sebelum hak mereka di penuhi. Bahkan pihak kepolisian meminta Damang membuka hinting pali tersebut.
“Pak Damang tidak berani membukanya, karena ia tahu jika dilakukan maka tindakannya melanggar adat Dayak”. Terang sumber Pusaka.
Kemudian, tanggal 1 Oktober 2014, pagi hari sekitar pukul 09 WIB, polisi mulai melakukan paksaan, mereka menodongkan senjata kepada warga untuk melepas mandau dan tombak mereka. Setelah masing-masing melepas Mandau, selanjutnya mereka diperintahakan berbaris menuju truk dan di angkut ke polres Kapuas.
Setelah warga ditangkap dan di angkut ke dalam truk, perusahaan dan polisi tetap meminta Damang membuka hinting pali, namun Damang tetap dalam pendirian, akhirnya hinting pali dibuka paksa oleh Humas dan security PT Graha Inti Jaya.
Masyarakat yang di tangkap jumlah mencapai 80 orang, namun selama dalam proses pemeriksaan, warga dibawah umur dan tidak terbukti membawa senjata tajam di bebaskan. Tersisa 41 orang yang masih mendekam dalam tahanan kejaksaan tinggi Kapuas. Namun yang menjalani proses persidangan berjumlah 40 orang, yakni 27 orang berasal dari Desa Pulau Kaladan, 3 orang dari Desa Lamunti dan 11 orang dari Lamunti A1. Sementara kordinator aksi bernama Sandri yang ditangkap bersama warga lainnya hingga kini tidak diketahui keberadannya.
Selama menjalani proses hukum, warga sama sekali tidak mendapat pendampingan dari pengacara, pihak keluarga pun hingga kini merasa cemas dan bingung.
“ Saya sudah menjual lahan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, anak-anak masih kecil belum bisa bantu jika bapaknya tak ada”. Terang Ira (25), suaminya, Ranu merupakan salah satu korban penangkapan. Ibu dua anak ini juga menuturkan, ia bersama ibu-ibu lainnya yang suaminya ditangkap pernah menginap di Polres Kapuas, meminta pihak kepolisian membebaskan suami mereka. “ Upaya itu gagal, kami kehabisan bekal”. Tambah Ira. Selain Ira, keluarga lain pun sebagian besar telah menjual tanah, ces, alat elektronik untuk menutupi kebutuhan hidup selama suami mereka di penjara.
Kemudian, sejak keluarnya surat penahanan tanggal 1 oktober 2014, pihak kepala desa, keluarga korban dan Damang melakukan upaya penangguhan tahanan. Namun permohonan itu tak pernah dikabulkan. Hingga sidang pertama tanggal 10/12/2014 mereka di sidang tanpa pembelaan, kemudian sidang kedua akan di gelar tanggal 15 Desember mendatang, apakah mereka akan tetap dibiarkan sendirian. (AP, 14/12/2014).