Search
Close this search box.

Ratusan PBS Kalteng Diduga Buka Lahan Tanpa Ijin Lengkap

Saveourborneo[Jan 2014]. Berdasarkan data yang di release Kemenhut mengenai Perusahaan Besar Swasta [PBS] Sawit yang mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan akibat keterlanjuran dengan mekanisme PP 60/2012 maka patut diduga ada ratusan PBS di Kalteng yang telah membuka lahan tanpa ijin yang lengkap dan sah.

webs

Seperti dikatahui bahwa PP 60 adalah jalan keluar terburuk yang diproduksi oleh pemerintah untuk memberikan “pengampunan” atau “pemutihan” terhadap perusahaan perkebunan yang telah membuka kawasan hutan [HP ataupun HPK].  Melalui mekanisme ini setiap PBS yang terlanjur membuka kawasan hutan diperintahkan mengajukan permohonan Ijin Pelepasan Kawasan Hutan [IPKH].

Dengan demikian jika hutan yang dijarah oleh PBS berupa hutan produksi yang dapat dikonversi [HPK] maka akan diberikan IPKH nantinya, sementara jika areal jarahan berada dalam akwasan hutan produksi [HP] tetap, maka untuk diberikan IPKH harus disediakan areal pengganti sejumlah luas yang sama dengan kawasan yang hendak dilepaskan.

Save Our Borneo menelusur data yang ada, menemukan ada sekitar 135 PBS yang mengajukan IPKH kepada Kemenhut, baik yang merupakan HPK ataupun HP.  PBS pengaju ini mulai dari perusahaan PBS kelas teri  sampai perusahaan yang menjadi bagian dari group raksasa sawit dunia.
Sebut saja beberapa group raksasa yang diduga telah menjarah hutan di Kalteng dan kemudian mengajukan IPKH dengan mekanisme PP 60, seperti :  GAR/Sinar Mas, Agrohope, Makin Group, Kuala Lumpur kepong, Genting Asiatic Bhd, BEST Group, WILMAR, Bumitama Group, Triputra Agro, Citra Borneo Group, BW Plantations, USTP, UP Plantations dan Musimas.
Pembukaan kawasan hutan tanpa ijin dan hak yang sah jelas-jelas merupakan tindakan pelanggaran atas hukum yang berlaku di Indonesia, namun ini terus dilakukan oleh perusahaan asing maupun perusahaan nasional dan lokal.  Sayangnya tindakan yang diambil pemerintah justru sangat “permisif” yaitu dengan memberikan kesempatan “pemutihan” tanpa adanya penegakan hukum yang setimpal.
Praktik pemutihan ini pun sangat rawan praktik korupsi. Bayangkan saja, kalau saat ini kesulitan untuk mengembangkan sawit di areal non-hutan, karena lahannya sudah tidak tersedia, lalu bagaimana untuk memberikan IPKH terhadap keterlanjuran yang dibuka pada HP yang harus disediakan lahan penganti.  Dimana akan dicari lahan penggantinya ?.

Sebarluaskan :

Recent Post
Donasi Save Our Borneo