Search
Close this search box.

Berkedok Kelompok Tani, Kawasan Hutan Dirambah Perkebunan Sawit

Eksavator CAT SJU 107 terperosok ditelan kedalam gambut

Excavator berwarna kuning tersungkur amblas kedalam gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter, di sekitar Km. 15 jalan Trans Pangkalan Bun – Kotawaringin Lama, Kelurahan Mendawai Seberang, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Puluhan hektar hutan rawa gambut di lokasi itu dibabat dengan ganas. Pohon-pohon kayu tumbang berserakan.

Hanya ada sawit muda yang baru saja di tanam. Dua hari sebelumnya saat tim monitoring lapangan Save Our Borneo (SOB) berada dilokasi, tim masih melihat excavator kuning merek Caterpillar dengan nomor seri CAT SJU 107 dengan garangnya bekerja menumbangkan pepohonan sambil menggali kanal-kanal sekunder diatas kawasan gambut.

Eksavator CAT SJU107 saat masih “bekerja” membuka kawasan hutan

Di sana terdapat 3 kanal utama menganga dengan panjang masing-masing ± 2000 meter dan lebar ± 2 meter. Ada pula sekitar 109 buah kanal sekunder yang mencincang lahan gambut dengan panjang rata-rata ± 100 meter dan lebar ± 1 meter.

 
 
 

Tumpukan balok-balok kayu yang terdapat di lokasi

 
 
 
 
 
 
 

Di tepi kanal utama itu, ada pula tumpukkan kayu siap angkut berupa balok-balok kecil. Namun, beberapa hari kemudian saat tim monitoring SOB kembali memantau ke lokasi, kayu-kayu itu sudah tidak ada lagi. Tidak ada yang tahu kepada siapa dan kemana sebenarnya kayu-kayu itu diangkut.

Modus baru

Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit oleh sebagian perusahaan di Kotawaringin Barat diduga mulai merambah kawasan Hutan Produksi dan kawasan hidrologis gambut. Praktek itu dilakukan dengan menggunakan modus baru, yaitu menggunakan kelompok tani untuk membangun kebun di dalam kawasan hutan.

Lokasi perkebunan kelapa sawit dalam kawasn hutan produksi dan bergambut yang menggunakan modus kelompok tani.

Saat memantau kegiatan pembukaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit di Km. 15 jalan trans Pangkalan Bun – Kolam, tim monitoring SOB mendapatkan sejumlah informasi dari beberapa pekerja di lokasi. Menurut mereka, semua biaya terkait pembangunan kebun kelapa sawit di lokasi ini berasal dari perusahaan  yang menaungi mereka.

Pekerja/ operator mengangkut BBM untuk eksavatornya memanfaatkan kanal utama.

“Semuanya dari perusahaan, mulai dari bibit, excavator, hingga upah para pekerja,” kata salah seorang pekerja di lokasi kepada tim monitoring SOB.

Bahkan, menurut pengakuan para pekerja juga, setiap bulan mereka datang ke Pangkalan Bun untuk mengambil upah mereka di kantor perusahaan tersebut.

 
 
 
Dugaan Pelanggaran

Dari penelusuran SOB di lapangan, pembangunan kebun kelapa sawit itu berada di kawasan gambut dalam (> 3 meter) yang diduga bertentangan dengan Inpres Moraturium lahan gambut. Selain itu, berdasarkan hasil analisis tumpang susun (overlay) terhadap lokasi perkebunan kelapa sawit tersebut dengan peta kawasan hutan Kalimantan Tengah (SK 529/Menhut/2012), lokasi tersebut berada dalam Kawasan Hutan Produksi, sehingga SOB menduga bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap sejumlah aturan.

Pembangunan kanal-kanal untuk mengeringkan kawasan gambut di lokasi, jarak antara kanal utama +/- 100 m dan jarak antara kanal sekunder +/- 25 m

Kemudian SOB melaporkan permasalahan tersebut kepada Direktorat Jendral Pengakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum KLHK) dan juga ke Badan Restorasi Gambut (BRG)  Republik Indonesia.

Blocking Kanal

Laporan tersebut mendapat respon cepat dari pihak BRG, yaitu dengan mengirimkan tim guna melakukan verifikasi lapangan. Dari hasil verifikasi itulah, BRG kemudian menyimpulkan bahwa diduga telah terjadi Pelanggaran Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagaimana tertuang dalam pasal 17 ayat (2) UU 18 tahun 2013 juncto pasal 92 UU 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Selain itu juga diduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU 32 tahun 2003 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Hutan dalam kawasan ini masih cukup rapat dan merupakan lokasi masyarakat untuk mencari getah Pantung/ Jelutung serta merupakan habitat Orangutan


Merusak Habitat Orang Utan

Aktivitas pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit ini juga diduga telah merambah habitat Orangutan Kalimantan. Hal ini berdasarkan informasi dari Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam  (BKSDA) Provinsi Kalimantan Tengah. Bahkan, pada tahun 2015 – 2017, BKSDA bersama mitranya pernah melakukan penyelamatan dan translokasi sebanyak 11 Orangutan Kalimantan di lokasi tersebut. Sejalan dengan itu, saat melakukan pemantaun di lokasi bulan Desember ini, tim monitorng SOB mendapati ada 3 Orang Utan di sekitar lokasi tersebut.

Hal ini kemudian semakin memperkuat argument bahwa aktivitas pembukaan kawasan ini telah menghancurkan habitat alami orangutan yang tentu saja membawa dampak negative bagi kelangsungan hidup Orangutan.

Pejabat Berwenang Terkesan Tutup Mata

Sementara itu, sampai dengan saat ini belum ada tindakan apapun yang dilakukan oleh Pejabat Berwenang baik ditingkat lokal maupun ditingkat Pusat untuk menghentikan aktivitas pembukaan hutan ini guna menyelamatkan kawasan yang seharusnya dilindungi. Padahal dalam UU 18 Tahun 2013 maupun dalam UU 32 Tahun 2009 juga terdapat pasal-pasal Pidana yang dapat menjerat setiap pejabat berwenang yang lalai dan membiarkan terjadinya kejahatan kehutanan ini, apapun alasannya. (MHbb1218).

Sebarluaskan :

Recent Post
Donasi Save Our Borneo