Masyarakat Sipil Kalteng Tolak Kereta Api Batubara

PERNYATAAN
ALIANSI TOLAK KERETA API BATUBARA KALTENG 
[WALHI, AMAN KALTENG, SOB, BEM UNPAR, MITRA LH KALTENG, FMN, GMNI, 
LMMDD-KT, TDU KALTENG, BPAN KALTENG, JPIC KALIMANTAN, YBB KALTENG]

Pandangan dan Pendapat

Rencana pembangunan rel dan jaringan kereta api untuk angkutan batu bara di Kalimantan Tengah patut untuk dipertanyakan sebelum hal tersebut berakibat buruk, berbagai pertanyaan besar yang muncul mulai persoalan lingkungan, keekonomian, sumber dana, legalitas, sumber daya manusia, benefit daerah dan kesiapan masyarakat lokal, stok energi lokal dan berbagai aspek lainnya.
IMG_1752
Dari Aspek Lingkungan, patut untuk ditelaah beberapa isu penting yang sangat mungkin berdampak di kemudian hari dan sulit untuk dipulihkan apalagi ditanggulangi secara baik, di mana pembangunan jaringan kereta api batubara Kalteng yang sedang akan diproses oleh pemerintah , antara lain:

  1. Berdampak bagi bencana ekologi karena pembangunan rel kereta api untuk mengangkut batubara dari wilayah hulu Barito yang merupakan area tangkapan air bagi DAS Barito dan DAS Mahakam;
  2. Bencana ekologi yang mengancam banjir, sedimentasi dan abrasi sungai-sungai kecil dan besar sepanjang DAS Barito disertai dengan kekeringan maupun longsor
  3. Rusaknya bentang alam dan terputusanya rantai ekosistem di wilayah–wilayah pembangunan tambang dan jalur jaringan kereta api;
  4. Akan membebani anggaran dari aspek biaya pemulihan ekologi dan penanggulangan dampak bencana;
  5. Kebutuhan bahan dari hutan untuk penggunaan bantalan kereta api yang dapat menyebabkan lebih banyak hutan yang akan musnah. Di samping itu juga memunculkan masalah persepsi internasional terhadap Kalteng yang dijadikan sebagai pilot province dari REDD+. Di bagian lain ada komitmen Gubernur Kalteng untuk menjaga kelestarian hutan di Kalteng. Pembangunan jaringan kereta api batubara merupakan paradoks dari komitmen mendukung REDD+ dan green province policy;
  6. Rencana pembangunan kereta api tersebut, belum memiliki dokumen kelayakan lingkungan dan ijin lingkungan (AMDAL);

Dalam perencanaannya, pembangunan jaringan kereta api batubara Kalteng tidak menutup kemungkinan akan memunculkan berbagai permasalalahan sosial dan budaya, seperti:

  1. Terjadi permasalahan lahan dengan skema ganti rugi di sepanjang jalur rel KA tersebut, sementara anggaran Negara seharusnya dikeluarkan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar, bukannya untuk memberikan insentif yang luar biasa kepada pemodal swasta;
  2. Semakin banyak komunitas warga yang kehilangan dan menerima dampak kerugian atas hilangnya alat produksi berupa lahan dan tanah, di samping secara budaya akan semakin masifnya agresi luar yang semakin menggerus sikap komunalitas warga;
  3. Tanpa proses Free Prior Inform Concern (FPIC) maka pembangunan jaringan kereta api batu bara ini dapat memunculkan kerawanan sosial, apalagi jika jalur jaringan kereta api batu bara berbenturan dengan Kawasan Adat (Tajahan, Pukung Pahewan, Kaleka Lewu, Petak Keramat, dll)
  4. Semakin kompleks dan rumitnya persoalan perburuhan, benturan budaya, pengangguran dan kriminalitas disertai dengan meningkatnya penyakit sosial seiring semakin banyaknya tambang batu bara yang dibuka. Dalam situasi yang tidak dapat diprediksi ketika terjadi pemutusan hubungan kerja massal, maka cost negara yang harus dikeluarkan untuk menanggulanginya akan semakin besar
  5. Sumber daya manusia dan kader terbaik daerah yang seharusnya menjadi pelaku utama dalam pengelolaan sumber kehidupan dan energi dari Kalimantan Tengah sangat minim dan belum siap, dapat dikatakan exploitasi skala raksasa yang akan terjadi nantinya hanya akan menjadi ajang bagi pihak-pihak luar. Hal ini dapat memunculkan kecemburuan sosial yang dapat berujung pada konflik sosial yang sangat berbahaya.

Aspek Legalitas:

  1. Menurut PP 56/2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, terdapat dua tipe perkeretaapian, yaitu perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus. Sedangkan jaringan jalur kereta api terdiri atas jaringan jalur kereta api umum dan jaringan jalur kereta api khusus. Dalam peraturan ini sangat jelas dikatakan bahwa jalur kereta api yang digunakan untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tertentu adalah kereta api khusus. Oleh karena itu, jaringan kereta api di Kalteng yang akan dibangun dipastikan adalah tipe kereta api khusus, yaitu khusus untuk angkutan batubara.
  2. Dalam rencana pengembangan jaringan kereta api di Kalteng tidak dapat dikatakan sebagai perkeretaapian umum (Perkeretaapian umum adalah perkeretaapian yang digunakan untuk melayani angkutan orang dan/atau barang dengan dipungut bayaran). Meskipun juga melakukan pengangkutan berupa barang (batubara), tetapi karena angkutan barang di sini hanya batubara dari wilayah pertambangan dan bukan angkutan barang untuk umum, maka semakin jelas bahwa perkeretaapian yang akan dibangun adalah bukan umum, melainkan khusus, untuk ini sudah sepantasnya tidak sepeserpun menggunakan pembiayaan negara (APBN/APBD)
  3. Keterlibatan pemerintah dalam proses lelang dan pengadaan serta pembebasan lahan atau apapun juga mengindikasikan proyek tersebut didanai atau dimiliki oleh pemerintah, padahal jaringan kereta api yang dibangun adalah kereta api khusus, yang mana kereta api khusus harusnya hanya dibangun oleh badan usaha yang membutuhkan penunjang kereta api tersebut dalam usahanya. Di bagian lain, jika jaringan kereta api tersebut memang merupakan kereta api khusus suatu badan usaha, maka keterlibatan pemerintah (daerah dan pusat) seharusnya tidak lebih sebagai fasilitator dan bukan bertindak layaknya “pemilik” dalam lelang pembangunan jalur rel. Jika terlibat juga atau bertindak sebagai panitia lelang, maka hal ini dapat dikatakan “salah kamar” dan menyalahgunakan wewenang.
  4. Sebagai jaringan kereta api khusus, dengan peruntukan khusus, maka Jalur Kereta Api Khusus adalah jalur kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut. Dengan demikian harus ada hubungan langsung antara pengembang kereta api batubara dengan usahanya, bukannya suatu usaha yang terpisah. Sedangkan jaringan kereta api batu bara Kalteng, bukan dan tidak dibangun oleh badan usaha yang beroperasi di wilayah Kalteng dengan usaha khususnya exploitasi batu bara melainkan badan usaha lain yang hanya menyediakan jasa kereta api. Sehingga tipe kereta api yang akan dibangun ini semakin tidak jelas karena tidak sesuai dengan definisi Perkeretaapian Umum maupun definisi Perkeretaapian Khusus.

Aspek Geopolitik:

  1. Pembangunan jaringan kereta api untuk angkutan batu bara yang dipastikan akan diangkut keluar dari daerah Kalteng sama sekali bertentangan dan tidak menjawab persoalan krisis energi dan keadilan energi bagi seluruh warga negara. Harus dipastikan bahwa sebelum sumber energi batu bara diangkut keluar, kebutuhan energi lokal sudah harus terpenuhi secara adil dan merata
  2. Politik energi dengan model pembangunan eksploitatif yang bertumpu pada ekstraksi sumber daya alam khususnya batubara untuk diangkut keluar adalah model pembangunan yang tidak berkelanjutan. Hal ini dipastikan lebih bertujuan untuk pengerukan sumber daya alam yang terkoneksi dengan kebutuhan energi regional dan global sementara mengesampingkan pemenuhan energi lokal
  3. Pembangunan proyek dengan dana yang sangat besar mencapai 30 trilyun rupiah sangat rawan disalahgunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan politis, persekongkolan dan tarik menarik kepentingan. Hal ini menambah resiko proyek dan resiko bocornya dana proyek, apalagi proyek ini dikembangkan di saat-saat kebutuhan dana politik terkait Pemilu dan Pilpres 2014 serta Pilgub Kalteng 2015 mendatang. Bukan tidak mungkin proyek ini akan dimanfaatkan untuk pengalangan dana dan pencitraan semata
  4. Dalam permasalahan lokal, masih ada perbedaan pendapat yang tajam antara kabupaten dan propinsi tentang arah jalur kereta, di mana kabupaten Barito Utara pernah menginginkan jalur kereta ditujukan ke arah Kaltim, sedangkan pemerintah Kalteng dengan tegas menghendaki jalur menuju selatan (Bangkuang/Batanjung) hal ini juga sangat potensial menjadi hambatan di tengah perjalanannya nanti.

Aspek Ekonomi:

  1. Krisis energi Kalimantan, harus dijawab dengan keadilan energi, dan rel kereta api batu bara tidak menjawab hal tersebut bahkan berpotensi memperburuk kondisi ketidakadilan energi di daerah
  2. Sarat kepentingan imperialisme dan kapitalisme yang tidak adil. Exploitasi masif ini dalam jangka panjang sangat membahayakan bagi daerah penghasil karena dalam skema bagi hasil dan pola distribusi pendapatan sektor tambang yang berjalan sampai saat ini tidak memberikan nilai yang memadai bagi daerah penghasil dan masyarakat sekitar lokasi tambang
  3. Menambah beban utang baru, jika ada mekanisme loan atau pinjaman yang tertuang di dalam skema World Bank
  4. Akan mempercepat pengerukan sumber daya batubara Kalteng, karena dalam dokumen MPE3I, pembangunan kereta api akan mepercepat 7 kali lipat produksi batubara di Kalteng. Sementara belum ada skema dan teknologi yang disiapkan di Kalteng untuk mereduksi dan menanggulangi dampak-dampak bencana ekologis, kerusakan hutan dan lahan rusak serta air dan sungai-sungai termasuk juga belum ada pengalaman kesuksesan dalam melakukan revegetasi pasca tambang yang disiapkan. Nampak jelas bahwa rencana ini sangat siap dengan perhitungan ekonomi dalam mengeruk batu bara tapi tidak siap dalam anggaran dan skema keekonomian dalam upaya menanggulangi dampak langsung dan tidak langsungnya, bahkan sama sekali belum siap dengan rencana keekonomian melakukan revegetasi pasca tambang
  5. Dengan asumsi sederhana, jika produksi batubara di provinsi Kalimantan Tengah tahun 2012 sebesar 13,87 juta ton kemudian terjadi percepatan 7 kali lipat dengan adanya jaringan kereta api, maka akan mencapai 97 juta ton/tahun. Dengan perkiraan potensi kandungan batu bara Kalteng sebesar 5.475.312.835 ton, maka dalam jangka waktu 50-70 tahun batubara Kalteng akan habis terkuras. Lalu apakah setelah masa itu sudah ada direncanakan?
  6. Suatu hal yang juga tidak pernah dihitung oleh pemerintah sampai sekarang adalah dampak akibat pembangunan kereta api untuk mendukung exploitasi batubara yang katanya mensejahterakan masyarakat. Jalur khusus batubara ini bukan tawaran gratis karena apa yang diangkut adalah modal (capital/asset) yang tidak terbarukan yang dipinjam dari anak cucu generasi nanti. Karena itu, batubara ini adalah aset atau alat produksi dan sumber kehidupan, maka hasil dari eksploitasinya diharapkan bisa dialihkan menjadi aset lain yaitu peningkatan kualitas SDM, infrastruktur dasar dan industri berbasis teknologi (non-SDA). Di sisi lain hasil ganti rugi tanah tidak akan bertahan lama, sementara masyarakat sudah kehilangan tanah sebagai alat produksinya.
  7. Mestinya perlu dipikirkan kembali wacana pembanguan jaringan KA karena masih banyak potensi sumber kehidupan rakyat (rotan, karet, dll) yang bisa dikembangkan menjadi penunjang PAD Kalteng dan ramah lingkungan serta familiar dengan ekonomi lokal masyarakat Dayak.

Aspek Korupsi dan Potensi Kerugian Negara:

  1. Menggunakan APBD (Propinsi dan Kabupaten) terutama dalam pembebasan lahan, ganti rugi lahan, dan pembuatan Raperda, perlu dicermati apakah alokasi ini sudah ada sejak awal dan disetujui DPRD sebelumnya atau hanya merupakan kebijakan.
  2. Penggunaan anggaran negara karena ketidakjelasan skema lelang dan siapa pemilik dari rel kereta api tersebut.

Aspek Tata Ruang dan Perubahan Iklim:

  1. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) yang tidak pernah bisa selesai akan bertambah carut-marut dan membuat penataan ruang di Kalimantan Tengah akan bertambah kompleks lagi dengan rencana pengembangan jaringan rel kereta api.
  2. Soal komitmen pengurangan efek rumah kaca sejauh baru melihat Eropa dan China yang benar-benar punya program dan policy nyata ke arah itu. Indonesia masih bingung “mirip monyet kena sumpit”, program tidak jelas malah sering kontradiktif dalam praktek. Misal saja, China telah bertekad mengurangi konsumsi batubara dari 70% ke 60%. Exploitasi batubara secara massif dengan dukungan jaringan kereta api adalah berkontradiksi dengan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca yang disampaikan oleh Presiden SBY. Lagi-lagi Indonesia akan mendapat stigma sebagai negara emiter besar di muka bumi.

Aspek Sumber Daya Manusia:
Sementara pemerintah membenahi carut marutnya beberapa aspek di atas, pemerintah diwajibkan mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat lokal untuk ikut serta mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di wilayah mereka, yaitu dengan mendirikan SMK dan Politeknik Pertambangan dan Perkebunan, sebagai salah satu bentuk upaya peningkatan SDM di Bumi Tambun Bungai

Berbagai hal yang diulas di atas hanya sebagian kecil dari sejumlah persoalan yang masih harus dijawab dan ditelaah secara cermat dan mendalam. Rencana pembangunan jaringan kereta api untuk angkutan dan exploitasi batubara di Kalimantan Tengah adalah rencana yang tidak logis, mengetengahkan pengerukan dibanding keadilan dan sarat dengan ketidaksinkronan berbagai aspek.

Mencermati kegigihan berbagai pihak yang seolah “membabi buta” berniat membangun jaringan kereta api pengerukan sumber daya batubara ini, maka Aliansi (WALHI, AMAN KALTENG, SOB, BEM UNPAR, MITRA LH KALTENG, FMN, GMNI, LMMDD-KT, TDU KALTENG, BPAN KALTENG, JPIC KALIMANTAN, YBB KALTENG), menyatakan :

SANGAT TIDAK LOGIS UNTUK DIBANGUN JARINGAN KERETA API BATUBARA DI KALTENG, APALAGI JIKA SAMPAI MENGGUNAKAN ANGGARAN NEGARA, MERUSAK LINGKUNGAN, BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN, BERPOTENSI MEMUNCULKAN MASALAH SOSIAL DAN KETIMPANGAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA, DAN MENAMBAH RUMIT PERSOALAN PENATAAN RUANG SERTA BERPOTENSI TERJADI PRAKTIK KORUPSI.

OLEH KARENANYA, ALIANSI MENYATAKAN:

SELAMA PERSOALAN YANG KAMI KEMUKAKAN DI ATAS BELUM DISELESAIKAN, MAKA KAMI MENOLAK DIBANGUNNYA KERETA API BATUBARA DI KALIMANTAN TENGAH

====sekian====

Sebarluaskan :

Recent Post
Donasi Save Our Borneo